Saya kurang suka pedas, sehingga dua jenis sambal dari penjual mi ayam, yakni sambal buatannya sendiri dan sambal saset, tak saya manfaatkan. Hanya ketika yakin perut kuat dan tahu level kepedasannya saya berani ambil sambal.
Makin banyak orang menyukai pedas itu sudah jamak. Tetapi ketika mendapati sambal saset, saya pun membatin sejak kapan sambal saset dijual eceran? Saya menduga sejak awal 2000-an, terutama untuk Del Monte, Heinz, ABC, dan seterusnya.
Sebelumnya sambal saset hanya tersedia di kedai cepat saji untuk pesanan baper (bawa pergi; take away). Untuk “mampat” (makan di tempat; dine-in), misalnya di KFC, dulu pengudap tinggal memompa saus cabai dan saus tomat dari dispenser. Lalu kedua saus itu dibatasi, bahkan bubuk lada hanya diberikan jika pengudap memintanya.
Sambal saset kedai besar adalah house brand, tetapi kedai biasa tak punya merek sendiri, sedangkan pemasoknya bisa Lasallefood, Unilever, maupun Indofood. Tentang saset kedai, tepatnya kantong kertas kecil tersegel, yang lebih dulu hadir sejak abad lalu adalah gula pasir dan gula merah, dengan raja pemasok Samudra Montaz, sebuah perusahaan pengepakan, lalu tahun 2000-an pabrik gula pun ikut, yakni Gulaku dari Sugar Group.
4 Comments
Sambal buatan penjual soto, mi ayam, bakso dll tidak laku di rumah saya karena seisi rumah (saya, istri dan anak ragil cowok) tidak doyan pedes.
Sambal-sambal saset ditumpuk di dapur, jarang kami manfaatkan. Kadang-kadang saya bikin “sambal kecap instan”, saya campur dengan kecap manis untuk menemani lauk tahu-tempe goreng dll.😀
Lho saya pada suka pedas 😇🙏
di Berlin, saus kecrotan ambil sendiri ini ngga ada, paman.. adanya saos sasetan yang rasanya aneh-aneh.. saya gak pernah minta, bahkan rekues tidak pake saus, tapi beberapa kali tetep diberi..
di beberapa menu KFC malah ditanya saat dibawa pulang, pake mayones atau saus? selalu saya jawab ga usah, karena lebih enak pake sambal Belibis atau ABC
Hidup ABC dan Blibis 😅