Karena ambalan rak itu hampir setinggi kepala saya, dan letak barang ini paling belakang, saya tak pernah hirau, tak tahu kalau masih ada, saya pikir sudah dibuang. Barang apa? Lampu senter. Sentolop, kata orang Jawa.
Saya lupa kapan membelinya, yang pasti sebelum era belanja daring. Setelah saya di rumah saja dan sering ini-itu, barulah saya tahu kalau ada saja barang yang hanya bikin penuh rumah. Senter ini bukan di rak gudang, melainkan rak termos, tempat minum, dan aneka wadah.
Sentolop Tiger Head Brand ini sudah berkarat. Baterai di dalamnya, meskipun anti syaiton karena kebal terhadap leak, pasti sudah bocor. Tutup baterai pun tidak dapat saya buka.
Dulu setiap keluarga punya sentolop berbodi logam ini. Bohlamnya belum LED, masih memakai filamen. Merek yang tenar adalah Tiger Head, tapi saya tak tahu mana yang ori maupun KW. Di lapak daring, senter ini maupun bohlamnya masih dijual. Tentu, senter LED yang kecil dan ringan, dengan nyala terang, lebih meraja.
Ketika listrik belum merata, senter adalah benda penting. Sangat penting. Di perdesaan, begitu warga melangkah meninggalkan halaman, malam hari, senter harus sudah di tangan. Sudah jamak apabila orang duduk bersila melingkar, misalnya saat selamatan, di sebelahnya ada lampu senter teman perjalanan.
Tak hanya ke tetangga, gardu, dan sawah orang membawa senter. Ketika jamban ada di luar rumah, senter adalah bekal, kecuali ada teplok maupun dian.
Kini rumah-rumah di perdesaan punya jamban menyatu dengan rumah, selain karena perubahan gaya hidup juga lantaran lahan tak seluas dulu.
Listrik dan senter LED yang rechargeable menjadikan sentolop barang hemat, tak perlu baterai seperti halnya radio transistor dulu.
Tentu dengan catatan hal itu di wilayah berlistrik, karena di Jawa pun, misalnya di Jonggol, Bogor, Jabar, masih ada desa tak berlistrik.
Tak ada yang istimewa tentang senter aneka rupa, dari yang menyatu dengan radio, lalu senter dengan daya diengkol putar, Maglite halogen dengan bohlam cadangan, Nitecore dan Fenix yang kalau hilang bikin getun, sampai senter yang disertai ponsel, eh maaf terbalik.
Tak ada yang istimewa, secara umum dianggap biasa, sehingga senter tidak pernah menjadi kado mantèn. Tapi senter kaleng yang bisa karatan ini ikonis, menjadi saksi zaman.
4 Comments
Listrik baru masuk desa saya saat saya kelas 1 SD sehingga masih sering menemui pemandangan orang membawa senter ke mana-mana di malam hari.
Belakangan saya punya senter lagi yang menggunakan bohlam. Saat saya coba nyalakan, saya cukup kaget dengan sinarnya yang ternyata ndembik. Di masa lalu, nyala seredup itu sudah cukup terang karena suasana sekitar masih cukup gelap.
Itulah jeleknya perbandingan, apalagi bagi ayahnya Lumen yang sangat paham soal lumens, bahkan infografik skala kecerlangan lumens pun selalu melekat di benak 🙏👍😇
Dulu banget saya jg pakai senter spt itu di rumah tapi lupa mereknya apakah Tiger Head atau bukan. Kini pakai senter bekas raket pengusir nyamuk yg berlistrik itu. Raketnya sdh rusak, sy manfaatkan senternya krn model lepasan.
Saya selalu memerlukan senter di rmh, terutama untuk lampu-sementara saat listrik mati alias oglangan. Nggak pakai “lampu darurat” lagi krn bbrp kali beli, berbagai merek dan model, ternyata ndembik semua.
Saya sih sudah gonta-nanti senter. Berumur pendek semua. Yang awet malah yang untuk sepeda. Yang merangkap lampu darurat pada tamat dalam waktu kurang dari setahun.
Betul, kalo pas oglangan dan njeglèg, sentolop sangat perlu