Benar katamu, era ramai blog sudah lewat — tapi aku tak sepakat jika dulu blog disebut tren. Pun benar jika kau bilang, aku teramat rajin ngeblog. Rajin dalam arti teramat kerap, bahkan dalam sehari bisa lebih dari satu posting.
Overdosis, katamu.
Itu pun mungkin benar.
Lantas buat apa ngeblog, kau menggugat. Sudah pernah aku katakan, untuk merawat ingatan. Anggap saja supaya tak parah sakit ingatan.
Artinya, belum tentu berfaedah bagi orang lain, kau menyoal. Benar dan betul. Yang penting aku tak memaksa orang untuk membaca meskipun hanya judul melalui promosi setiap posting di aneka platform. Di Twitter pun tak semua posting aku bagikan. Apalagi di grup WhatsApp. Nyatanya lebih banyak orang singgah ke sini karena tergiring mesin pencari, bukan karena mesin cuci.
Tetapi ada yang aneh dari semua soalan yang kau sodorkan, “Kalo aku lebih suka nulis panjang di grup WA. Tanggapan lebih langsung, termasuk yang berupa sanggahan. Di Facebook juga. Berdebat itu asyik. Merawat akal sehat. Dulu jaman milis juga gitu. Apalagi kalau bisa saling ngenyèk.”
Lalu, “Aku tahu banyak yang gak suka sama postingku. Bahkan grup tertentu seperti jadi alergi sama aku. Malah di beberapa grup aku ditegur supaya memperhatikan kepentingan anggota lain. Buatku itu aneh. Tirani mayoritas.”
Aku membatin overdosis yang lain untuk mengatasi simtom yang berbeda.
5 Comments
Hahaha, saya suka bingits alinea penutupnya!
Apakah Saudara juga overdosis?
Di WA dan FB? Oh noooo!
Saya tidak pernah sering eh banyak cincong di sana.
Di blog sesungguhnya saya pengin overdosis, Paman. Tapi ternyata masih hanya sesuai dosis (entah siapa yg ngukur dosisnya) : rata2 sehari satu konten, kecuali kalau sakit (zonk) dan kecuali sedang sangat “bergairah” (lbh dari satu).
DUMP.
Overdosis ngeblog kok pengin. Sebaiknya dihindari 😁
(Tidak) baiklah!