Sudah lama, dalam hitungan tahun, saya tak merasakan sayur bobor daun lembayung atau daun kacang panjang. Tadi kebetulan Aki Sayur lewat, menawarkan empat ikat daun lembayung. Murah. Rp5.000. Entah berapa keuntungan dia.
Saat saya memfotoi daun, tampaklah seekor ulat. Mungkin inilah yahh disebut ulat penggulung daun (Lamprosema indicata Fabbricus), salah satu hama bagi lembayung, menemani ulat grayak atau ulat tentara (Spodoptera litura F.).
Supaya juru masak tak ketakutan, saya menugasi diri memetiki daun dan seterusnya. Saya bayangkan, ulat ini tak gatal, misalnya ikut terebus mungkin mengandung protein ya.
Oh, saya teringat saat memilih lalap pohpohan di warung sunda, yang berlubang pun saya pilih dengan asumsi daunnya terbebas dari pestisida. Padahal bisa saja si ulat sudah kebal. Juga bisa larva hama tak tercuci habis. Ehm, ini ujian bagi kekebalan tubuh — memang sih beberapa kali saya tak lulus.
Lembayung. Bisa berarti warna antara merah dan ungu. Ada dalam lagu dan puisi. Oh ya, belasan tahun lalu saya kenal seorang gadis yang sering berhijab ungu muda sampai pink, namanya Ajeng Lembayung. Dia seorang guru bahasa Mandarin. Semoga kabarnya baik.
5 Comments
Daun lembayung ini dulu umpan favorit saya saat mancing di sungai. Biasanya ikan wader atau bader akan memakan umpan daun ini dengan mudah, tinggal sabar menunggu saja.
Tak perlu mencari cacing, cukup mengambil tanpa ijin selembar daun lembayung dari tegalan di pinggir sungai.
Lho? Bisa to? Baru tahu saya.
Daun digulung gitu?
Ada Ajeng Lembayung di IG, tapi tidak update lagi sejak Mei 2021, dan tanpa jilbab.
Iya
itu Ajeng Lembayung yang dimaksud Paman atau bukan?