“Soal wayang itu gimana ya, Oom Kam?” tanya Slamet Kerambak.
“Mestinya mereda, kan yang nyuruh musnahkan udah minta maaf, Met,” jawab Kamso.
“Oom suka wayang?”
“Suka tapi nggak paham beneran. Cerita wayang itu kompleks, panjang banget, bukan hanya pengembaraan wadag tapi kajiwan. Soal sangkan paraning dumadi. Kalo dengerin siaran wayang kulit, saya nggak pernah tuntas. Nonton wayang kulit, udah puluhan tahun ndak liat.”
“Jadi, setuju nggak kalo ada yang mengharamkan lalu nyuruh memusnahkan, Oom?”
“Ketika UNESCO mengakui wayang sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity kan disertai permintaan agar Indonesia merawatnya.”
“Oom belum menjawab pertanyaan saya.”
“Kalo ada yang mengharamkan bagi diri sendiri dan lingkungan internalnya ya silakan aja. Ini kan soal selera, pengetahuan, wawasan, kawruh, dan kawicaksanan. Tapi Sunan Kalijaga kan nggak mengharamkan. Gus Dur juga nggak.”
“Kalo soal memusnahkan?”
“Sebaiknya jangan. Dihibahkan saja ke orang lain yang sanggup merawat. Atau dijual, duitnya buat amal. Lebih penting lagi jangan sampai mengajak pengikut untuk memusnahkan wayang kulit, golek, maupun beber milik orang lain. Untung yang ini belum.”
“Kalo soal dilaporkan ke polisi?”
“Tanya polisi dong, Met.”
¬ Gambar praolah: Shutterstock
3 Comments
“Kalau onta ditarik seorang pria di depan gunungan wayang kulit dalam gambar ilustrasi itu maksudnya apa, Oom Kam?” tanya saya.
Perjalanan. Pengembaraan. 🙏
Ttd.
Kamso
Baiklah, ttd Kamso.
Terima jadi.