↻ Lama baca < 1 menit ↬

Ganjal pintu berbahan kayu yang dijual Qlapa dot com

Saya masih ingat, ganjal pintu ini empat-lima tahun lalu saya beli di Qlapa. Sayang rintisan lokapasar itu hanya berumur empat tahun, saat jenamanya belum menghunjam dalam-dalam di benak khalayak.

Padahal Qlapa bagus, menarik, menjajakan aneka produk kerajinan, yang berbahan batok kelapa sampai kaleng drum yang dipahat secara manual. Dari sana saya pernah mendapatkan kap lampu meja berbahan pelepah kelapa, dari Bali.

Tentu, bagus dan unik itu relatif. Kalau trafik, jumlah pengguna, volume transaksi, dan pendapatan lebih terukur. Saya mencoba mengingat para perintis B2C daring awal 2000-an, yang dulu transaksinya belum terintegrasi dengan gerbang pembayaran, karena payment gateway baru ada setelah Lipposhop masuk, itu pun hanya dengan kartu kredit — CMIIW. Kalau tak salah e-Metrodata juga. Adapun Radioclick milik Masima Prambors masih menugasi karyawan untuk mengonfirmasi kartu kredit. Sedangkan Disctarra hanya merespon setelah kita mengonfirmasi telah menstransfer. Sekali lagi CMIIW.

Mereka lahir terlalu dini? Mungkin. Ekosistem belum matang. Internet rumahan masih dial-up, dengan suara terkoneksi modem nostalgik: nat-nit-nut tirrrr… Banyak orang berbelanja via internet kantor, sampai bagian TI beberapa perusahaan memblokir akses ke Glodokshop.

Kini dengan ponsel dan aneka cara pembayaran, urusan lebih mudah. Eh, tiba-tiba saya ingat sang pelopor, mungkin lebih mula-mula: Sanur Bookstore. Anda ingat? Punya contoh lain? Indo.com, untuk memesan hotel dan mobil sewaan? Kalau pesan tiket pesawat di Garuda memang layanan lama.

*) Catatan: sengaja saya tak membahas “C2C versi awal” yang berjualan bukan di platform lokapasar melainkan layanan situs gratis dan forum, lalu kini ada social commerce