Kemarin, alamanda ini masih sendiri di pucuk ranting. Di sebelahnya ada bakal kembang seperti cabai. Tapi pagi ini dia sudah punya pendamping. Manakah bunga yang baru muncul?
Di bawah si kembang terompet, kemarin ada Kakangmas Wijayakusuma, entah ke mana Mbokayu. Pagi ini wijayakusuma sudah luruh ke lantai di depan selang tergulung.
Tentu si kuning juga akan melayu, lalu gugur, dan akan digantikan warga puak. Tak ada yang abadi.
Ah, saya teringat seorang kawan pria yang suka bertamsil. Dia pernah menasihati, jangan mengibaratkan pasangan sebagai bunga karena cepat expired lalu selesai. Sampai kini dia masih melajang. Tapi di rumahnya banyak bunga, segar terawat.
Katanya, “Mencintai tak harus memiliki. Mencintai itu beda dengan menguasai. Merawat bunga itu supaya dalam durasi hidupnya dia segar. Berilah kesempatan yang menjadi haknya.”
Teman saya masih bugar untuk usianya. Padat pejal tanpa gelambir. Wajahnya bersih cerah. Sejak dulu disukai wanita. Resepnya? “Bunga,” katanya, sambil berkedip, tiga tahun lalu.
Saya cari di Google belum menemukan bunga kedip.
5 Comments
ada bunga yang membuat bahagia.. bunga bank..
ada juga yang membuat merana.. bunga utang..
Saling melengkapi.
Bu Ngadimin lebih paham karena orang keuangan.
Bunga bank tidak membuat saya bahagia krn persentasenya kecil bingits.😬
dah gitu biaya adminnya lebih gede ya.. 😅
Pake denda pula kalo saldo di bawah minimum