Ternyata saya bisa lamban berpikir. Mungkin bukan faktor usia tapi bawaan. Semalam istri saya mengingatkan, saya mengeringkan helm di bekas gantungan sepeda di dinding, saat hujan deras. Dia dengan cekatan mengambil sapu, gagangnya untuk menurunkan helm. “Bisa jadi gayung isinya air nanti,” katanya.
Saya mengulangi terima kasih saat dia meletakkan helm itu di atas lap kering di meja dapur. “Besok dijemur lagi,” katanya.
Saya memang biasa mengeringanginkan helm setelah saya pakai karena keringat saya banyak. Jangan sampai lembap berjamur.
Pagi ini helm saya jemur di atas kursi. Saya tersenyum sendiri. Bodoh betul saya. Kenapa semalam setelah helm basah diturunkan, saya tak melepas lapisan busa tipis dalam tempurung helm yang menempel Styrofoam? Tadi busa tipis itu saya peras.
Padahal itu yang saya lakukan kalau harus mencuci busa tipis setelah sekian kali terbasahi keringat dari kupluk saya. Bahkan untuk helm satunya, untuk MTB, bukan sepeda lipat, saya memesan busa pelapis ke Cina karena lebih murah, untuk menggantikan busa lama.
Moral cerita? Helm untuk melindungi kepala agar isinya selamat. Tapi helm tidak bisa merawat daya ingat maupun kecerdasan.
2 Comments
Zaman dulu disebutnya telmi, telat mikir.😁
Ah ya! Jadi inget saya soal tell me why ini 🤣