Kaus-kaus berseni

Dari sisi hak cipta, memakai "kaus bajakan" itu sama saja merampas hak ekonomis orang lain.

▒ Lama baca < 1 menit

Kaus Jeff Koons di Uniqlo tapi jangan berharap gambar cabul

Judul sembrono! Setiap kaus bergambar itu nyeni. Setidaknya bagi pembuat dan pemakai. Soal selera juga sih. Bagi mata orang lain mungkin ndak nyeni babar blas.

Beberapa hari lalu karena kebetulan ke mal, saya melongok Uniqlo PIM, ke rak kaus. Cuma mau tahu adakah kaus Andy Warhol baru. Niat membeli sih tidak ada, selain karena tak ada uang juga lantaran selama pandemi yang saya kenakan cuma baju rumah.

Menarik, Uniqlo masih menambah kaus dari karya Warhol, salah satu benggolan pop art zaman lawas. Ternyata di lapak-lapak daring juga ada, tapi saya tak tahu legalitasnya. Maklumlah selama pandemi dan ekonomi termehek-mehek saya tak melihat etalase daring untuk barang yang tak perlu — kecuali digiring oleh iklan dan yakin takkan tergoda karena tak butuh.

Karya-karya perupa lain di rak kaus juga ada, semuanya legal, termasuk koleksi beberapa museum, karena ada kerja sama dengan pemilik jenama jaringan toko Jepang itu.

Lagi-lagi kaus Andy Warhol dari Uniqlo

Di toko saya lihat ada karya empu pop art lain, Roy Lichtenstein, tapi bukan yang klasik berupa mainan raster ala cetakan komik letterpress, melainkan Martial Art Quelonians — memang sih masih bermain dot.

Kaus pop art Roy Lichtenstein di Uniqlo

Mungkin karena jarang ke mal, selama pandemi sejak awal 2020, saya baru tahu bahwa karya perupa Jeff Koons juga dikauskan. Dia akhirnya dikenal sebagai seniman plembungan atau balon.

Koons ini kontroversial, dulu bikin karya seni Made in Heaven, dibukukan, sebagian berisi beberapa foto hardcore nan eksplisit, bersama istrinya saat itu, bintang porno Italia Ilona “Cicciolina” Staller, sehingga di Barat pun dikecam: tak beda dari dokumentasi visual cabul nan banal, jauh meninggalkan aras atas binal.

Buku Made in Heaven dijual di Indonesia. Saya melihatnya awal 2000-an, menengok isinya setelah pramuniaga membukakan bungkus plastik. Tak ada gambar disensor dengan dot hitam. Harga buku sekitar Rp700.000. Saya tak tahu, apakah menjelang toko buku Kharisma di MTA itu tutup, buku-buku seni dan coffee table books lainnya diobral.

Kaus jazz Bluenote Records di Uniqlo

Desain lain kaus yang menarik adalah yang bertemakan jazz dari Bluenote Records. Bluenote adalah salah satu tonggak penting, bereputasi, dalam ranah jazz.

Eh, lantas apa bedanya pakai kaus legal berlisensi dan kaus serupa asal desainnya sama?

Dari sisi pemakai sama saja di badan, kecuali bahannya beda. Tapi dari sisi hak cipta, memakai “kaus bajakan” itu sama saja merampas hak ekonomis orang lain.

Kaus seni Museum Louvre di Uniqlo

¬ Bukan posting berbayar maupun titipan

4 Comments

soloskoy Minggu 19 Desember 2021 ~ 10.49 Reply

Di Solo toko Uniqlo hanya ada satu, di Mal Solo Paragon, dan dibuka baru pada 30 April 2021. Saat itu jadi toko ke 40 di NKRI.

Saya blm pernah masuk ke sana, selain tak ada uang juga karena toko tersebut bukan favorit saya.

Blogombal Minggu 19 Desember 2021 ~ 11.11 Reply

Belanja mata nggak ada salahnya. Itu memperkaya eksposur visual kita. 😇🙏

soloskoy Minggu 19 Desember 2021 ~ 11.40 Reply

lalu kalau tergoda membeli, itu mempermiskin dompet kita. 😁🙈

Tinggalkan Balasan