Jadi sampai kapan pun menyewalah modem router yang dalam setahun setara harga beli sendiri alat baru.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Hari ini rubrik Surat Pembaca Kompas memuat tanggapan First Media (FM) terhadap surat saya bulan lalu. Saya sudah menduga, bahkan sebelum mereka tempo hari menelepon saya, bahwa jawabannya adalah perjanjian dalam klausul baku nan sepihak. Dari sisi kepraktisan masuk akal karena berlaku untuk ribuan pelanggan. Repot kalau satu orang dan lainnya berbeda isi.

Di mana pun, ketika menghadapi kasus macam ini, posisi konsumen lemah. “Kalo ente kagak demen, ambil aja dari toko sebelah,” demikian kira-kira prinsip produsen. Mirip kartuHalo Telkomsel dulu, ada biaya roaming luar kota, sehingga menerima telepon saat bepergian akan membengkakkan tagihan.

Maka dulu pertanyaan saya dalam surat adalah “sampai kapan sewa modem router dan STB berlangsung?”

Soal bahwa biaya sewa modem router setahun sudah melebihi harga pembelian baru, dan ongkos sewa selamanya STB sudah bikin FM balik modal, hanyalah ilustrasi argumentatif untuk mempertanyakan kebijakan.

Ehm, jangan-jangan kalau saya jadi produsen apapun juga akan begitu, hanya berubah kalau iklim kompetitif menuntut begitu dan hehehe… ada regulasi yang mengatur soal begituan.

Umumnya bisnis itu mengikuti apa yang berlaku dalam masyarakat: kalau tidak dilarang berarti boleh, apalagi jika kompetitor juga ditenggang saat melakukan hal serupa. Soal nilai keutamaan (virtue, bukan virtual) dalam berusaha, itu perkara lain. Itu urusan orang-orang naif terasing di alam teks ajaran mulia.

2 thoughts on “First Media dan yah udah deh, terima nasib

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *