Maka menyeruaklah Intan Cemerlang mendesakkan tanya dalam gelembung bincang, “Kasus chat mesum dia harus diterusin. Di Twitter rame tuh. Justru di pengadilan akan kebuka apakah itu fitnah, hoaks, atau nyata. Ya kan, Oom?”
“Emang penting?” tanya Kamso.
Lalu anu ini itu, intinya tiga. Pertama: kalau emang tak bersalah ngapain dia kabur, ngumpet di luar negeri — kalau yakin dirinya benar tentu takkan takut. Kedua: sebagai pemuka laskar pembela akhlak, chat mesum itu tak pantas. Ketiga: UU Pornografi dan UU ITE mengatur soal itu.
“Gini ya. Taruh kata chat mesum itu bener, emang siapa yang nyebarin? Lalu apa semua hal yang sudah diatur UU harus jadi perkara, terutama soal susila? Biarpun dilarang KUHP, penyuluh KB yang menunjukkan alat kontrasepsi nggak dibawa ke pengadilan, Ndhuk.”
“Tapi di negeri bebas kayak Amrik, skandal seks Clinton di kantor dulu jadi kasus hukum, kan?”
“Kasus Clinton itu karena dia berbohong, bilang nggak kenal si cewek magang, dan nggak ngelakuin hubungan seks dalam arti umum, padahal sudah ada jejak cairan di baju biru Monica. Soal itu jadi kasus karena si cewek nyanyi.”
“Tapi kasus lain di sini kan sampe pengadilan?”
“Oh, soal Ariel? Kan bukan dia yang nyebarin? Apa yang dia lakukan itu urusan privat dia. Dia dihukum karena desakan massa ijo, dengan kesalahan lalai nyimpen dokumentasi pribadi sehingga orang lain nyebarin.”
“Terus chat mesum ini harus dibiarin?”
“Emang ada yang ngadu karena dirugikan sebagai korban pelecehan, penipuan, atau apa? Malah belum-belum si perempuan yang diadli oleh media dan publik. Dia dikorbankan buat nyerang bapak itu.”
“Nggak juga sih. Dia kayaknya nggak mbantah, kan?”
“Entahlah, aku nggak ngikutin jauh. Tapi buatku soal chat itu privat. Kalau menyangkut akhlak, biarlah komunitas dia yang menilai. Lagian si tokoh kan sudah bersumpah mubahalah nggak melakukan itu. Sumpah seseorang yang diimamkan tuh bukan soal lip service. Udah bawa nama Tuhan lho.”
“Mmmmm… Tapi dia harus dikasih pelajaran!”
“Aha! Jangan-jangan ini masalahnya. Orang itu akan bebas 2023 sebelum Pilpres 2024. Cara untuk mengerem dia supaya nggak bikin manuver ini-itu ya pake delegitimasi bahwa sebagai imam besar dia tuh nggak layak. Alat paling empuk ya isu susila. Cemen. Nggak heroik. Massa yang ngebelain juga malu. Gitu kan? Kasus lain masih ada, misalnya penistaan agama, tapi di mata pengikut itu heroik. Harus didukung dengan demo gede.”
“Nggak tau. Sebodo amat soal politik.”
“Kudu adil dong terhadap pihak yang nggak kita sukai. Dulu kalo ada kasus mirip artis dalam video dan foto, kita bilang itu ranah privat, karena udah dewasa dan mau sama mau. Terhadap orang Petamburan itu mestinya sama dong.”
“Tapi kubu dia kan ganas, mau menangnya sendiri, suka maksain kehendak, nggak kenal ampun… Pokoknya memonopoli kebenaran deh! Pakai ancam bunuh segala dalam demo. Sekarang gantian dong, biar tau rasa!”
“Terus bedanya kamu dan kubu mereka apa?”
¬ Gambar praolah: Shutterstock
5 Comments
O ya Oom Kamso itu pendukung HRS to?
fitnah, hoaks atau nyata, Oom eh Paman?
atau ngaco (lagi)?
Kalo menurut Lik Dhodho bagaimana?
Dia maunya netral…
Intang Cemerlang ini umur berapa ya, kok paham kasus Monica Lewinsky?
Nanti saya tanyakan ya Mas. Kayaknya dia lebih tau Clinton. 🤣