Kalo ada gubernur, bupati, wali kota kena OTT berarti kriminalisasi kepala daerah. Lembaga yang nangkep harus dibubarin.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Dukung pembubaran Densus 88!

Masih tampak bugar untuk usianya, Pakde Duren singgah setelah jalan kaki pagi. Cukup ngobrol di teras tapi topiknya bikin singkong rebus di tangan Kamso mengeras: “Dik, kok lagi-lagi ada yang minta bubarin Densus?”

Kamso tertawa pendek, “Sabar to, Pakde. MUI nggak minta bubarin. Siang nanti ada penjelasan. Waktu 2013 juga ada kabar MUI minta bubarin Densus, dan udah dibantah Amidhan, ketuanya, saat itu. Screenshot yang barusan beredar, MUI minta Densus dibubarin, itu berita 2015.”

“Jadi bukan sikap resmi lembaga, cuma wacana perorangan aja?”

“Sejauh ini iya, Pakde. Emang ada suara serupa dari yang bukan ulama, ada anggota DPR, ada mantan caleg suka pindah partai, lalu entah apalagi.”

“Kenapa ya mereka minta Densus dibubarin? Soal nyita kotak amal sampai kriminalisasi ulama kok jadi membingungkan…”

“Istilah kriminalisasi itu bukan hanya dari beberapa pemuka agama dan harus kita dukung, Pakde!”

“Maksud sampean?”

“Jadi siapa pun yang jadi tersangka, terdakwa, lalu terpidana, apapun kasusnya, berarti kriminalisasi terhadap pelaku profesi, pemangku jabatan, atau korps. Kalo ada gubernur, bupati, wali kota, kena OTT berarti kriminalisasi kepala daerah. Kalo yang ditangkap menteri, berarti kriminalisasi kabinet. KPK harus dibubarin.”

“Ngaco!”

“Nggak. Kalo ada guru nganiaya tetangga lalu ditangkap, berarti kriminalisasi guru. Kalo ada dokter ditangkap karena membunuh istri pake pistol, berarti kriminalisasi dokter, meskipun nggak ada hubungannya sama praktik profesional dia.”

“Ngaco! Berarti Polri dibubarin aja, gitu kan arahnya? Dik Kamso belum ngopi, ya? Oh, yang penting olahraga dulu, Dik. Supaya pikiran terang.”

¬ Gambar praolah: Associated Press

2 thoughts on “Bubarkan Densus 88!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *