Perihal keterceraiberaian sebuah keluarga atau brayat, pepatah Jawa mengibaratkan “kaya sapu ilang suhé“. Seperti sapu (lidi) kehilangan simpai.
Barusan saya menyapu dan baru kali ini memperhatikan simpainya lebih saksama. Bukan dari anyaman rotan melainkan karet ban atau tali ban (bukan taliban) dibalut plastik. Selama ini saya hanya tahu, suh sapu lidi sekarang bukan dari rotan, tanpa melamun lebih jauh.
Eh, tapi suh ternyata dijual di lapak daring. Saya hanya dapat menduga dua hal. Pertama: pembelinya adalah pehobi hasta karya, bisa bikin sapu sendiri dan punya lidi. Kedua: pemilik sapu lidi yang ingin mengganti tali ban — tapi apakah tidak berat di ongkir? Mendingan beli sapu baru.
Kalau telaten, bikin simpai sendiri dari pita keras pengikat kardus juga bisa.
4 Comments
Monggo kapan2 mundhut sapu lidi (bukan suh-nya) di warung istri saya.
Nuwun sèwu, yang saya bayangin dari dulu bawa pulangnya ke Bekasi 🙏😇
lha kan bisa ditaruh di bagasi, kalau bawa mobil😁/bukan pas naik pesawat.
banyak lho konsumen luar kota bermobil, termasuk jakarta atau tangerang atau bekasi yg beli sapu (dan sejenisnya) setelah dhahar selat.
Nanti saya coba, ukur ruang dulu di bagasi 🙏