Pagi ini saya bersepatu, dengan celana panjang dan hem putih lengan panjang, ke Balai RW untuk memilih satu dari dua kendidat ketua RW. Yang saya pilih tentu orang yang saya kenal dan kebetulan satu RT dengan saya.
Seru? Yang saya lihat di permukaan sih adem ayem. Memang, ada kampanye, kandidat berkeliling kompleks dan memasang spanduk dengan foto.
Yang tak saya lihat? Ada sih. Tapi masa saya ceritakan di sini padahal saya hanya mendengarkan samar-samar, itu pun berupa beberapa potong tipis nukilan cerita.
Hasil final baru siang nanti. Yang pasti sekeluar dari TPS saya mendapatkan sekotak makanan kecil dari panitia pemilihan.
4 Comments
wah enak banget mas dapat konsumsi
di tempat saya mah boro boro hahah
tapi ini bagus si jadi pendarik warga biar nyoblos
soalnya kalau pemilihan RW atau RT gitu kan malas banget disuruh nyoblos hehe
Warga males nyoblos, yang dicalonkan juga setengah hati? 😉
Pemilihan ketua RT di kampung saya terakhir digelar sebelum pandemi, dalam rapat RT malam hari. Ketua RT yang lama (yang sudah menjabat sekian tahun) terpilih kembali karena tak ada warga lain yang bersedia menjadi ketua RT.
Adapun pemilihan ketua RW terakhir sekitar enam bulan lalu. Sy nggak tau prosesnya, hanya tau ada ketua RW baru saat melayat tetangga. Ketua RW baru itu menggantikan pejabat eh ketua RW yg sdh menjabat sekitar 10 tahun.
Emang biasanya banyak yang menghindar untuk jabatan sosial ini. Apa boleh buat.
Sebenarnya kalo layanan negara dan pemerintah genah, dan ada mekanisme birokrasi yang efektif lagi responsif, gak perlu bikin lembaga RT dan RW la ya?