Beruntunglah dalam mata rantai sampah plastik ada pemulung.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Beruntunglah kita memiliki mata rantai sosio-ekonomis bernama pemulung, lapak pulungan, lalu pikap ke pengepul dan seterusnya. Artinya urusan botol plastik di tahap kita selesai di kotak sampah depan rumah yang membaurkan aneka bahan sampah.

Kita tak perlu seperti beberapa negeri maju yang merangsang konsumen dengan insentif membeli botol plastik. Di Jerman dulu anak teman saya dapat tambahan uang jajan dengan mengembalikan botol plastik minuman ke minimarket. Mekanisme soal ini, Tuan Zam lebih paham karena dia tinggal di Berlin.

Memang sih, di Surabaya dan kota lain ada insentif menukar botol plastik dengan tiket bus kota. Sayang belum merata di seluruh Indonesia.

Satu hal yang saya belum paham, kalau sekarang minuman pakai botol beling, berapa hitungan biaya pabrik menarik botol kosong dan mencuci apabila dibandingkan membeli botol plastik baru. Mungkin kurang ekonomis ya, belum lagi biaya transportasi truk berikut emisi karbon membawa botol kaca ke pabrik.

Mungkin ada yang berkomentar, lha daripada truk balik ke pabrik dalam keadaan kosong? Sama-sama menghasilkan karbon, kan? Entahlah.

3 thoughts on “Recycle me, melalui siapa?

  1. Istri sy secara berkala menjual botol2 beling bekas sirup (berbagai merek) ke tukang rongsok.

    Dari bbrp merek itu hanya gendul satu merek yang ditolak sang tukang rongsok (Marjan) tapi bukan krn mereknya melainkan krn bentukny berbeda dari botol sirup merek-merek lain. Aneh juga.

    1. 👍
      Pembeli lebih suka botol dengan desain generik, bisa dipakai ulang untuk apa saja.
      Maka botol kecap dan bir bisa dibilang sama, kan?
      Kadang cuma warnanya yang berbeda, ada yang cokelat ada yang hijau.

      Desain khusus bisa merepotkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *