Sebagai aturan tertulis di papan, peringatan dalam foto ini lumrah. Ada di banyak kampung dan kompleks biasa. Maksud saya, bukan kompleks perumahan rapi makmur modern tertata sejahtera.
Pertanyaan saya: apakah aturan penginap maupun tuan dan nyonya rumah harus melapor pengurus RT/RW itu ditaati?
Saya termasuk yang tidak patuh. Kalau ibu saya datang dari Yogya dan menginap, saya tak melapor siapa pun. Tahu sama tahu saja antartetangga bahwa saya kedatangan tamu. Begitu pun ketika sebelum pandemi keluarga adik saya dari Bogor bertandang dan bermalam.
Di sejumlah daerah memang ada aturan, mungkin berupa perda dan turunannya, tentang lapor RT/RW.
Soal batas waktu jam bertamu, saya tak tahu apakah di tempat lain juga begitu, maksimum pukul sepuluh malam, seperti di asrama putri. Hal sama berlaku untuk rumah indekos. Hak pengelola untuk bikin peraturan bertamu. Bukan hak tetangga.
Oh ya, saya pernah indekos di Tanahabang, Jakpus, enam tahun lalu. Tak pernah saya difasilitasi induk semang untuk melapor ke RT/RW. Dulu banget, di tiga indekos berbeda di Jakbar, juga sama. Kalau ada perda mengatur rumah indekos, terutama soal pajak, ya silakan saja. Itu kewenangan pemda.
Khusus untuk perumahan, apakah perlu aturan jam bertamu? Misalnya ada pemuda mengunjungi pemudi (duh, jadul banget pilihan kata saya), atau sebaliknya, bukankah itu kewenangan setiap keluarga untuk mengaturnya?
Kalau misalnya seorang perempuan lajang, atau janda, tanpa orangtua, menerima tamu pria, bagaimana? Itu masalah pribadi dia sebagai orang dewasa. Begitu pun jika lelaki lajang atau duda menerima tamu lawan jenis. Sepanjang tak bikin keributan, dan parkir kendaraan tamu tak mengganggu lingkungan, ya biar saja.
Lalu apa masalahnya? Ada wilayah privat dan publik yang kadang membingungkan dalam kehidupan komunal.
Memang sih ada pendapat, itu semua demi kamtibmas dan menjaga kerukunan.
Jika menyangkut kamtibmas, bagaimana jika setiap gangguan dilaporkan polisi saja? Tinggal menelepon?
Oh, itu di film. Tepatnya film luar negeri dari negeri yang tertata.
Adapun kerukunan bisa terjaga jika setiap warga tak melakukan apapun yang mengganggu kebebasan orang lain. Itulah yang disebut batas kebebasan.
Jika menyangkut kesusilaan, campur tangan lingkungan biasanya mengatasnamakan keresahan warga. Ukuran keresahan pun sering membingungkan, tapi bisa menjadi alasan warga untuk menggelandang pasangan dengan tuduhan berbuat asusila.
Setelah urusan sampai ke polisi, maka para pelaku dan penggerak penggerebekan menghindar, dan para tetangga pendukung persekusi pun tutup mulut. Kalau ini jelas keresahan pascakejadian.
2 Comments
Di daerah saya, tamu menginap wajib lapor RT/RW disebut orang-orang hanya aturan formalitas : dibikin untuk tidak (harus) dipatuhi….
Indah sekali negerimu… 🙈