Iseng saya coba mengontak nomor untuk layanan konsultasi berhenti merokok. Tersambung, dijawab oleh lagu, lalu tak sampai semenit kemudian ada operator. Sayang sekali jaringan sedang buruk sehingga suara kurang jelas itu terputus. Tapi saya mendengar sapaan dari Quit Line.
Saya ulangi lagi ada jawaban oleh mesin bahwa operator masih sibuk melayani penelepon lain. Barulah dari informasi yang saya cari, saya tahu jam menelepon saya melewati waktu operasional pukul 08.00 – 16.00.
Intinya, layanan itu ada. Bahkan sejak 2016. Pengelolanya adalah Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), satu dari lima direktorat di bawah Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan.
Saya tidak tahu berapa peneleponnya setiap tahun. Siapa yang membiayai tentu pemerintah, besar kemungkinan dari APBN. Sumber anggaran belanja ya antara lain dari pajak dan nonpajak termasuk cukai rokok. Kalau pakai pikiran awam kira-kira begitu.
Bagaimana kalau ada iuran atau apalah dari industri rokok untuk membiayai kegiatan ini? Jangan-jangan pas pandemi bakal seret, karena untuk cukai saja industri hasil tembakau minta penundaan pelunasan tiga bulan. Lagi pula kenapa banyak pungutan? Pengusaha tak suka itu.
Ada yang bilang, terutama eks-perokok dan perokok on-off, kalau mau berhenti ya tinggal berhenti saja seperti mereka.
¬ Bukan posting berbayar maupun titipan