Orang yang sejak kecil, bahkan lahir, di Jakarta pun belum tentu pernah naik bemo. Hanya pernah melihat.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Bajaj sebagai hiasan halaman kedai kopi Nako di Bogor

Tak semua orang? Siapa? Yang berumur 40 ke atas. Hanya mereka yang tinggal di kota ada bemonya berkemungkinan punya kenangan ihwal bemo. Kenangan dalam arti pernah naik, dan terlebih pada suatu masa sering naik.

Orang Jakarta sejak lahir saja belum tentu pernah naik bemo karena sejumlah kondisi. Misalnya tempat tinggal dan rute bepergian tak dilewati bemo. Atau keluarganha punya mobil pribadi.

Saya? Di Salatiga dan Yogyakarta tak ada bemo. Pernah naik bemo kalau diajak orangtua atau bude ke Semarang, itu pun belum tentu. Lebih mungkin becak.

Di Jakarta saya pernah naik bemo. Yang relatif agak sering, dulu, akhir 1990-an, dari Stasiun Mangga Besar ke persimpangan Olimo, lalu jalan kaki ke kantor yang sekarang berdiri Hotel Santika di Jalan Hayam Wuruk. Kalau di Benhil dan Salemba cuma sesekali. Di Bandung beberapa kali. Di Bali sempat mengalami. Di Bogor belum pernah.

Meskipun begitu tetap saja tidak ada romantisisme yang kuat. Pada 2008 saya pernah sengaja mondar-mandir naik bemo, memotreti hingga detail sampai baut roda, dan mewawancarai sopir dengan BlackBerry. Ikut nongkrong di depan kedai Hopeng. Belum sempat saya tulis, semua catatan dan gambar hilang di komputer.

Apa kenangan Anda tentang bemo? Kalau yang ada dalam foto itu bajaj atau bemo hayo?

Bajaj sebagai hiasan halaman kedai kopi Nako di Bogor

6 thoughts on “Tak semua orang punya kenangan tentang bemo

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *