Saat mengembalikan bor, Joni Guk uring-uringan, “Tuh, Oom. Tambah banyak yang kena Kopid, soalnya ndableg, ngeyel, nekat. Kalo udah gini yang repot pemerintah!”
Kamso cuma mengiyakan.
Joni tetap menghamburkan amarah, “Pemerintah bilang sudah ngantisipasi sebelum Lebaran tetep disalahin. Lah, dulu yang nekat mudik siapa? Nekat berkerumun siapa? Nekat piknik rame-rame siapa?”
“Yah, menyedihkan emang. Belum lagi drama di tingkat keluarga, harus ninggalin anak-anak karena ortu dikarantina di tempat lain, soalnya isolasi mandiri di rumah gagal.”
“Sukurin! Rasain!”
“Lho? Ya kesian. Yang ketularan mungkin sudah ati-ati, tapi anak datang dari perantauan, tetangga pada datang halalbihalal. Mosok disukurin? Kalo nggak ada tindakan apa pun, kita juga yang akhirnya kena, Mas Joni.”
“Harusnya sejak awal pemerintah keras, tegas, ganas. Jangan takut isu HAM demi melindungi orang yang lebih banyak!”
¬ Foto praolah: Lalithmalhaar Gudi / Unsplash.com
2 Comments
saya sekarang tidak begitu paham dan mengerti bagaimana kondisi di Indonesia.. sepertinya kabar soal tingginya angka penyebaran di Indonesia tidak begitu santer.. mungkin karena jumlah tes yang kurang, atau laju vaksinasi yang cepat..
Indonesia memang negara ajaib. kadang masalah bisa “selesai” dengan cara yang ajaib.. semoga keajaiban tetap melindungi Indonesia.. termasuk soal pandemi ini..
semoga kita semua sehat dan selamat..
Ketiga hal yang kamu sebut itu memang terjadi, Zam