Saya tidak membuat seni instalasi. Piringan plastik hijau pada batang pohon itu mulanya kuncup seperti payung setengah tertutup. Tapi selotip tak mampu menahan bentuk lebih dari seminggu, padahal mestinya bisa saya atasi dengan mengokot pakai stapler alias pengokot.
Ini cerita apa sih? Saya mengakali tikus. Inti cerita, pernah saya buktikan, tikus tak dapat memanjat batang karena terhalang piringan kuncup. Saat itu posisi piringan bukan sebelum ranting.
Saya puas. Berhasil. Lebih dari itu saya merasa cerdas. Ingin rasanya membusungkan dada.
Tapi, ya tapi, ternyata tikus lebih cerdas. Begitu jalan ke atas terhambat, mereka turun ke bawah, mengaduk tanah di pot, berak dan kencing di situ. Tanaman pun layu. Daun rontok.
Di pergola kecil, saya menginstalasi tutup boks plastik makanan ke batang besi horizontal. Berhasil. Tikus tidak bisa terus.
Akan tetapi saudara-saudari, tikus tidak putus asa. Mereka memilih jalan memutar, lewat dinding tetangga, sehingga bisa sampai di plafon teras saya.
Huh, kecerdasan saya tamat. Hanya menuai dua tertawaan istri. Pertama, saat saya memasang instalasi. Kedua, setelah terbukti tikus lebih cerdas.
2 Comments
tidak heran setiap percobaan yang akan diterapkan ke manusia, selalu dilakukan kepada tikus terlebih dulu. apakah secara morfologis, manusia itu lebih mirip dengan tikus? tikus boleh menang soal kecerdasan, tapi soal kerakusan, tikus sering kalah sama manusia ya, paman..
Nah bisa jadi begitu.
Tapi ada kosmetika yang selalu bilang against animal testing. Berarti si konsumen yang jadi tikus lab?