Saya tak kenal pemilik merek kerupuk kulit ini, pun tak dapat menebak itu laki-laki atau perempuan. Saya hanya membayangkan jika pemilik merek ini langsing, lalu punya merek yang menurutnya lucu malah bisa bikin orang lain tersinggung.
Pemahaman terhadap nilai-nilai adab terus berkembang. Memperolok fisik seseorang itu setara dengan bersikap dan berlaku rasis. Tapi dulu biasa saja orang punya warung gudeg, seperti pernah ada di Kemanggisan, Jakbar, bermerek Pak Gendut. Penjual sate dan tongseng di Palmerah Selatan, Jakpus, mengamini saja dijuluki Pak Gendut.
Ciri ragawi seseorang bisa menjadi identitas, baik oleh diri sendiri maupun hasil penabalan komunal. Dulu penjulukan oleh orang lain, yang kemudian terpaksa diterima oleh korban, tak dianggap sebagai penistaan fisik — tentu ada yang tak setuju dan ogah menerapkan terhadap orang lain.
Saya tak tahu bagaimana riwayat nama bengkel power steering Botak Seng, di Jatiwaringin, Jaktim. Apakah bertaut dengan, maaf, fisik sang pendiri?
Begitu pun, maaf, dengan Mi Ayam Bakso Bang Ompong (Jakut), Kebab Bang Ompong (Jakbar), dan Warung Ijo Bu Ompong Ayam Geprek (Magelang).
2 Comments
Botak Seng, mungkin dari nama Cina, Bo Tak Seng? lalu jadi teringat daerah Warung Buncit. yang ada versi yang menyebutkan nama si empunya dari nama orang Cina, namun ada yang bilang dari fisik.
ah, menyebut “Cina” juga bisa dianggap rasis. repot juga..
Soal nama bengkel itu memang perlu dicari tahu. Kalau Warung Buncit konon dari nama pemiliknya di telinga orang Betawi.