Kepada seorang bapak yang membeli telur ayam, Ucok pemilik warung menawarkan rokok baru. “Rokoknya dibungkus satu-satu, jadinya eksklusif,” katanya.
Seorang ibu yang membeli beras cap Jeruk mengeluh, harga rokok naik terus tapi suaminya ogah berhenti. “Cuma bakar duit,” keluhnya.
Saya tidak tahu apakah rokok eksklusif itu muncul setelah ada pandemi. Yang saya tahu cukai rokok naik terus. Tarif cukai dihitung per batang, bukan per bungkus, dan ada perbedaan antara buatan tangan (lintingan) dan mesin. Buatan mesin lebih mahal cukainya karena tidak padat karya.
Di warung itu seorang pria yang membeli gula merah sungguh bestari, “Makanya nggak usah ngerokok. Kalo mau hemat ya ngelinting sendiri.”
Pemilik warung menukas, “Dagangan saya nggak laku dong.”
Ah Bang, kau jual jual saja itu tembakau sama kertas sigaret berikut alat linting. Atau sekalian kau lintingkan. Itu baru eksklusif namanya.
¬ Bukan posting berbayar maupun titipan