↻ Lama baca < 1 menit ↬

Kantor pos kecil di Jalan Pasar Kecapi, Bekasi, Jabar

“Jam delapan,” jawab petugas yang saya tanya dari ambang pintu sambil menjulurkan kepala ke dalam ruang, kalau malam sampai pukul berapa. Saya tak masuk karena ogah melepas sepatu. Alas kaki di depan pintu telah memberi contoh yang mengimbau.

Kantor pos kecil di Jalan Pasar Kecapi, Pondokmelati, Bekasi, Jabar, itu setahu saya baru. Tapi tak istimewa. Di jalan lain juga ada kantor pos kecil. Biasanya menyewa kios. Kantor-kantor kecil itu melayani aneka pembayaran tagihan.

Kini tak perlu lagi kantor pos tingkat kecamatan (atau kelurahan?) yang menyatu dengan rumah dinas kepala kantor dalam satu bangunan kopel berlisplang dan kusen jingga.

Saya masih berurusan dengan kantor pos sebagai penerima kiriman, antara lain dari pelapak daring. Pun majalah Panjebar Semangat dari Surabaya. Tetapi sebagai pengguna jasa langsung? Saya ingat agak sering ke Kantor Pos Mayestik, Jaksel, pada 2010-2011, untuk mengirim kartu pos ke luar negeri, kepada sesama anggota Postcrossing.

Terlalu banyak kenangan sentimental saya ihwal pos. Salah satunya: saya tahu kantor pos besar di kota besar yang punya stasiun kereta api punya satu loket yang tutup pukul sepuluh malam. Untuk pos Kilat Khusus. Di Yogyakarta, dulu, surat akan dibawa kereta Mutiara Selatan ke Bandung, yang berangkat malam.

Surat itu membawa cerita untuk pacar saya. Saat itu belum ada ponsel. Kami terlalu dini lahir. Tapi kami tak menyesal.

Kantor pos kecil di Jalan Pasar Kecapi, Bekasi, Jabar