Kali ini saya bisa mengambil layang-layang di ketinggian dari dalam kamar. Benang layang-layangnya tersangkut di atap tetangga. Layang-layangnya menggantung di antara dua tembok, berayun kalau tertiup angin lalu bunyi cetak cetok. Perlu ikhtiar untuk menggapai layang-layang tak bertuan muda itu. Panjang benangnya ngepas banget. Harus menunggu angin mendekatkan si kertas roti berangka bambu itu ke tangan saya.
Biasanya saya harus memakai galah namun belum tentu berhasil. Akhirnya setelah tinggal rangka tergantung akan dibereskan oleh seseorang. Kalau jatuh di halaman dan pagar sih gampang mengambilnya.
Semakin jarang terlihat rombongan anak gaduh mengejar layang-layang seharga Rp1.000. Terakhir saya pergoki dua pekan silam.
Lebih jarang lagi, bahkan tidak pernah, melihat anak membuat sendiri layang-layang. Bikin sendiri jelas tidak praktis, tidak ekonomis. Lebih gampang beli karena ada industrinya. Benang gelasan pun tersedia.
Berbahagialah orang yang pernah mencoba membuat layang-layang meskipun hasilnya belum tentu bisa terbang menggapai awan. Pun bersyukurlah orang yang pernah menggelasi benang. Yang penting punya pengalaman meskipun tidak bisa dimasukkan ke CV.
2 Comments
dulu bikin (memodifikasi), mengganti kertas layang-layang pakai kresek plastik.. yang hitam, terlalu berat. akhirnya pakai kresek zebra garis-garis hitam-putih yang lebih tipis.
jangan lupakan hiasal lain, buntut dan sirip sebagai penyeimbang (padahal nambah berat)..
mulai dari kertas koran hingga pita kaset uwir-uwir.. pernah kagum ada yang bisa memasang semacam peluit, yang kalo tertiup amgin bunyi. selama terbang, layang-layang itu akan berbunyi, yang makin tinggi, makin tak terdengar..
Ya, saya juga pernah memodifikasi.
Memasang rumput kering buat balancer juga pernah 😂