Kaus ini mewakili cara pikir lama, secara tersamar menggiring tafsir pembaca (ya, teks pada kaus dirancang untuk dibaca) terhadap pasien psikiatris. Warkop DKI juga punya dagelan serupa.
Terhadap pasien psikiatris sebagian dari kita suka menerapkan lelucon. Kita seolah lupa setiap orang berpeluang ditangani psikiater, setidaknya psikolog. Setiap orang yang tangguh pun punya celah untuk rapuh dan retak.
Kenapa sampai ada kaus seperti ini? Saat itu desainernya sedang dalam pemulihan akibat stroke, dan membuat aneka humor adalah terapi. Tapi pemahaman terhadap adab bisa berkembang — mungkin lebih tepat menyebut begitu, bukan bilang adabnya yang berkembang. Hal yang sebelumnya dianggap lucu akhirnya disadari sebagai pelecehan.