Oh, masih ada majalah luks

Ada masa ketika perempuan nyaman saja menenteng majalah tebal berat. Syarat pemred majalah gaya hidup wanita: pernah tinggal di luar negeri.

▒ Lama baca < 1 menit

Majalah gaya hidup wanita urban kosmopolitan

Majalah luks. Istilah arkais, karena ada kata luks. Endapan benak saya menetes begitu saja saat mengetikkan judul di ponsel. Cocok dengan topik: dunia lama, dunia kertas.

Di rumah saya temukan Elle edisi Oktober 2020. Ternyata edisi Korea. Maklumlah sekarang era hiburan dan aneka produk Korea — maksud saya Korsel, bukan Korut.

Saya tak tahu sekarang Elle versi cetak, dari grup Lagardère, masih terbit di negeri mana saja. Saya juga tak tahu, atau malah lupa, apakah Elle Indonesia masih terbit, dan begitu juga Vogue dan Harper’s Bazaar dan Cosmopolitan. Praktis setahun ini saya tak ke toko dan lapak bacaan sehingga tak paham perkembangan.

Majalah-majalah yang banyak iklannya, dan iklan adalah informasi, itu selalu wangi secara harfiah, terutama edisi luar negeri. Apalagi jika ada sisipan sampel aroma parfum.

Majalah gaya hidup wanita urban kosmopolitan

Pada masa kejayaan media cetak, majalah-majalah itu, dari edisi negeri mana pun, selalu tebal dan berat. Hal sama berlaku untuk Dewi yang ukurannya melebihi umumnya majalah di Indonesia. Perempuan pekerja yang tak naik mobil pribadi pun nyaman saja membawa majalah tebal berat itu.

Majalah gaya hidup wanita urban kosmopolitan

Dulu seorang perempuan dengan enteng bilang kepada saya, “Kalo nenteng Kartini jatuhin image gue. Lagian gue nggak baca itu.” Lha isinya memang beda. Maksud saya, saat itu Kartini tak seluruhnya berkertas mengilap. Masih mencampurkan kertas koran.

Majalah-majalah gaya hidup wanita ini pada masa jayanya mahal dan membangkitkan kebanggaan pembacanya. Saya ingat, di sebuah kamar hotel di Australia tertata rapi semua majalah macam itu, termasuk GQ dan Esquire untuk pria, ada belasan, sebagai komplimen, lalu saya membayangkan kalau hal serupa berlaku di kamar hotel Indonesia. Baca tak baca, doyan tak doyan, akan dibawa pulang.

Majalah gaya hidup wanita urban kosmopolitan

Kini masih perlukan majalah? Kalau cetak tidak. Versi digital, yang berbayar, tinggal beli dan unduh.

Putri bungsu saya mengalami peralihan. Dia mengalami aneka majalah cewek, termasuk Nylon edisi luar dan Indonesia, lalu setelah kuliah tidak, apalagi setelah bekerja. Dia tak mengalami masa para tantenya menenteng majalah berat, bahkan masa ketika penerbit mencoba memperkecil ukuran produknya menjadi lebih ringan.

Satu hal menarik dari syarat lisensi majalah gaya hidup asing untuk penerbit Indonesia adalah: calon pemred, tentu perempuan, harus pernah bermukim di luar negeri. Masuk akal sih. Ini soal cita rasa dan alam pikir kosmopolitan.

4 Comments

Zam Minggu 15 November 2020 ~ 06.07 Reply

seingat saya, saya pernah melihat majalah Elle ini di salah satu sudut toko buku di Berlin, paman..

Pemilik Blog Selasa 17 November 2020 ~ 12.27 Reply

Mungkin masih banyak yang doyan kertas selain buku, dan gak semua orang telaten pake tablet ya

Zam Rabu 18 November 2020 ~ 01.44 Reply

masih, paman. koran cetak masih laku. tiap 2 pekan saya dapat kiriman koran lokal gratis yang isinya berita seputar Berlin dan berita lokal 3 kecamatan di tempat saya tinggal.. buat saya dan sebagian orang sih koran ini untuk lihat-lihat promo harga…

melihat orang baca buku tebal di dalam kereta juga masih sering saya lihat..

Pemilik Blog Kamis 19 November 2020 ~ 19.41

Menarik! Masih pada doyan kertas. Dulu di Jakarta juga ada info wilayah gratis, tabloid, tapi akhirnya tergiias ponsel

Tinggalkan Balasan