Makin ke sini saya makin kerepotan membaca manual mini. Ya, karena faktor mata akibat usia. Bahkan untuk barang yang lebih besar dari ponsel pun manualnya tetap dengan teks kecil seperti untuk earbuds.
Tentu ada solusi. Difoto saja pakai kamera ponsel. Atau cukup dilihat pakai zoom di ponsel. Dulu, pada awal Android, ponsel saya jenis sederhana, kamera tidak bisa zoom. Tiga tahun kemudian saya ujian SIM dengan soal tinggal pilih jawaban tapi… teksnya kecil banget, sudah begitu lampu ruang ujian redup. Kamera ponsel saya belum berlampu, tak ada setelan ISO karena tak ada fitur foto manual. Saya ngasal aja menjawab.
Memang sih ada orang yang telaten membaca manual, bahkan menjadi bio dalam akun Twitter dia: Budi Bootdir.
Lalu apa masalahnya? Tampaknya makin banyak barang untuk konsumen sehari-hari yang tak perlu liflet maupun buku manual. Sama seperti rantang dan pembuka gabus botol anggur juga tak perlu manual. Kertas hanya dibutuhkan untuk garansi dan sejenisnya.
Kalau masih bingung, barang apa pun untuk konsumen, bukan mesin pabrik cangkir plastik, ada panduannya di situs web dan YouTube. Kadang cukup menindak QR code akan dapat panduan.
Oh, saya teringat kotak kemasan ponsel abad lalu hingga awal 2000-an. Ukurannya besar, tebalnya bisa enam kali handset, karena berisi buku manual tebal dalam enam bahasa bahkan lebih, mengisi 75 persen ruang kemasan.
Dulu ketika mengurusi majalah untuk panduan konsumen, saya berpongah diri dengan sebuah kredo: produk yang bagus, secanggih apapun, langsung bisa dioperasikan konsumen tanpa membaca manual.
5 Comments
saya termasuk yang suka membaca panduan, paman. setiap barang baru, saya selalu baca manualnya dulu, meski sudah tahu cara pakainya. kadang ada informasi tertentu yang tertera di situ.
untuk kesulitan membaca tulisan kecil, di sebuah supermarket di Berlin, di troli belanja terpasang suryakanta, tujuannya untuk memudahkan membaca tulisan kecil di kemasan.. fotonya ada di Twitter saya, paman.. 😆
Sepertinya penyertaan manual sekarang juga hanya untuk memenuhi regulasi, seperti halnya kartu garansi. Sepertinya saya tidak pernah menggunakan kartu garansi apalagi yang syaratnya harus mengirim kartu garansi ke alamat tertentu. Garansi baru saya anggap ada kalo syaratnya sekedar menunjukkan nota pembelian.
Betul, garansi hrs dikirim via pos, ada cap toko, itu sudah gak zaman 😅
https://blogombal.com/2020/07/18/mendaftarkan-garansi-mestinya-via-ponsel-saja/
Makin ke sini makin jarang juga baca manual sih. Kalau “kenapa-napa” semuanya tinggal gugling sih ya sekarang…
Apa boleh buat 😊