Hari gini nawarin majalah

Untuk pengaliran video dan musik, konsumen bersedia membayar. Kalau untuk konten digital yang merupakan ekstensi maupun pengganti koran dan majalah cetak bagaimana?

▒ Lama baca < 1 menit

Para agen makin repot menjual media cetak. Saya tak tahu angkanya, cuma dengar keluhan dari loper dan penjual koran serta majalah. Dua pelaku pekerjaan itu pun terus menyusut.

Pagi ini koran Kompas disisipi selebaran bercetak lamat-lamat dari inkjet printer*. Dari Gramedia Majalah, menawarkan pelangganan sembilan produk.

Media cetak semakin tergusur media digital. Saya tak tahu, untuk Indonesia seberapa banyak pertumbuhan konsumen yang bersedia membayar untuk konten berbayar — apalagi jika harga versi cetak dan digital sama.

Dalam asumsi saya, konsumen berpikir tentang dua hal.

Pertama: konten digital terutama via web itu mestinya gratis. Itulah yang konsumen kenal sejak menggunakan internet.

Kedua: kalau pun harus membayar, konsumen berharap lebih murah dari versi cetak karena tak ada biaya kertas, biaya cetak, serta biaya distribusi dan gudang (plus biaya retur). Selain itu konsumen juga membayar sendiri biaya akses versi digital.

Lho bukannya penerbit konten digital juga harus membiayai infrastruktur untuk produknya selain biaya produksi konten? Lagi-lagi konsumen punya logika sendiri. Konsumen juga punya rujukan biaya berlangganan koran dan majalah digital dari tempat, eh… negeri lain.

*) Mungkin hasil repro dengan memindai selebaran asli

2 Comments

Zam Senin 14 September 2020 ~ 02.51 Reply

media digital dibilang gratis.. begitu disodorin iklan (dan posting berbayar), rungsing.. 😆

tapi kenapa ya berlangganan koran digital itu ngga bisa selaris langganan media hiburan digital ya.. orang rela membayar demi hiburan, tapi ogah membayar demi informasi?

Pemilik Blog Senin 14 September 2020 ~ 18.54 Reply

Itu juga pertanyaan saya. Kenapa untuk hiburan bersedia bayar 😁

Tinggalkan Balasan