Saya temukan korek api batang yang kotaknya sudah kumal, lembap, batangnya tak dapat menghasilkan api. Korek api cap koin dari Swedia, tapi terbikin di Indonesia — bukan bikinan Semarang, Jateng, melainkan Tangerang, Banten, tapi hampir dipastikan anggota asosiasi — ini menguasai pasar. Dia menggantikan posisi korek jrès cap beruang — dulu anak-anak mengejanya “po-lar bé-yar”.
Dulu korek api batang berkotak kayu pinus, bukan karton, dilapisi kertas biru tua. Polar Bear ada yang hanya kuning labelnya, ada pula yang merah. Sebagai barang vintage, korek beruang bikinan Surabaya, Jatim, ternyata layak jual.
Sekarang korek api batang, dalam wadah kardus, masih ada yang menjual. Satu pak isi sepuluh kotak di warung dekat rumah saya dijual Rp2.000. Harga segitu sama dengan sebuah korek gas Tokai berbodi bening dengan gerigi pemantik di warung yang sama.
Ada perokok atau tidak, setiap rumah tangga punya korek. Tetapi dulu, waktu saya kecil, saya sering melihat orang kampung minta api ke rumah tetangga, untuk menyalakan kompor atau kayu bakar. Si peminta api pada siang hari membawa senthir atau teplok, mendatangi rumah terdekat.
Tingkat kesejahteraan masyarakat waktu itu buruk sekali. Tak setiap keluarga punya stok korek api, tapi tak bisa membeli korek api saat satu kotak habis. Adapun korek bersumbu kapas, yang diisi bensin, mungkin dibawa kepala keluarga yang perokok ke ladang dan proyek bangunan.
Kini perokok punya banyak pilihan korek api, dari yang panjang untuk menyalakan tungku barbeku sampai korek USB.
Tentang korek cap koin (atau medali?), lisensi dari Jönköping Vulcan, yang dibikin perusahaan tua, Jamafac, sejak 1949, ada dua cerita menarik.
Pertama: teks bahasa Swedia “tanda endas dst…” serta teks lain pernah menjadi uji hafalan generasi kelahiran 1970-an dan sebelumnya, bahkan menjadi bagian dari inisiasi kelompok mahasiswa pencinta alam.
Kedua: Nama band metal Sucker Head (alm. Khrisna J. Sadrach et al.) diambil dari Säkerhets-Tändstickor, artinya safety matches.
Apapun merek koreknya saya menduga hotel-hotel takkan menyediakannya karena larangan merokok kian meluas. Hanya hotel besar dengan beranda pengasapan yang masih akan menyediakan korek berlogo hotel. Berbahagialah kolektor korek hotel.
¬ Foto-foto: Korek Polar Bear kuning dari Tokopedia, korek Polar Bear merah dari PT Esjamat
5 Comments
Saya tidak ingat korek jres polar bear. Seingat saya dulu adanya gambar pikulan, bola dunia, dan samar-samar teringat wajah orang kulit hitam.
Dulu waktu SD pernah bikin “kliping” dengan bahan aneka gambar dari korek api.
Kalau saja album gambar kotak korek itu msh ada 👍🌺
saya sepertinya tidak pernah melihat korek api jress ini dijual di supermarket. kalo ada, biasanya ya korek gas, dan biasanya satu pak. juga korek model pematik, bahkan ada yang dicas pake USB karena “api” dihasilkan dari arc (loncatan elektron) bertegangan sangat tinggi. entah kalo di Tabakhaus, alias toko tembakau yang khusus menjual pernak-pernik dan perkakas merokok. saya tidak pernah masuk atau sekadar tengok-tengok.
soal korek ini, saya pertama kali pindah juga mencari korek. padahal merokok pun tidak. bahkan sempat berpikir mencari lilin dan senter untuk emergency. lalu tersadar, di sini kan tidak pernah mati listrik. dan kompor yang kami gunakan kompor listrik. saya bahkan sepertinya hampir tidak pernah menyalakan api.
akhirnya atas nama “buat jaga-jaga”, akhirnya kami punya korek gas kecil. mereknya entah apa kami tak peduli, satu bundel isi tiga buah. ya sudah, akhirnya korek tersebut juga jarang kami pakai. sempat berpikir mau beli lilin, tapi bingung juga buat apa. malah kami ngeri dengan risikonya kalo main api, bisa memicu kebakaran.
Hahaha. Menarik.
Negeri tanpa power failure. Pakai kompor induksi pula.
Tapi jarang bikin barbeque. Jadi buat apa korek ya?
Beli lampu darurat dengan tenaga baterai saja, Kang. Pakai lilin saat mati lampu itu tidak ekonomis, tidak praktis, dan memiliki potensi bahaya.