Iseng saya klik gambar itu, padahal saya tak sedang mencari sepeda. Lalu sampailah di laman sepeda jengki. Tampak empat foto produk, masing masing berikut pompa tangan. Pit jengki cap Phoenix.
Ada info yang menarik. Di kotak isian pencarian langsung muncul teks “cari sepeda guru”. Seingat saya yang pakai sepeda jengki pada abad lalu adalah siswa siswi. Guru naik sepeda yang lebih besar.
Tentang pit jengki saya pernah punya di Salatiga, Jateng, dilungsuri Bapak, setelah penelitian Bapak di Klaten selesai. Bapak beli sepeda jengki untuk asisten peneliti.
Waktu itu saya masih SMP. Sepeda saya pereteli, dari sepatbor, ketengkas, sampai lampu, lalu setang saya balik vertikal supaya saya membungkuk. Bodoh juga, tapi merasa mbois. Artinya dobel bodoh.
Dengan sepeda gaya bodoh itu saya bersepeda ke Solo. Jarak yang lebih dekat ke Ambarawa. Adik saya lebih jauh, dari Salatiga ke Yogyakarta. Waktu itu jalan raya belum seliar sekarang. Masih aman untuk remaja tanggung.
Tentang istilah jengki ternyata juga melekat pada pantalon ketat ala The Changcuters sebelum akhirnya celana ketat elastis jadi lumrah. Jengki juga melekat pada gaya arsitektural — di Kebayoran Baru, Jaksel, masih ada. Asal kata jengki dari “yankee” alias Amrik.
Foto-foto: The Changcuters dari The Jakarta Post, rumah jengki dari Majalah Tempo, sepeda jengki dari Tokopedia
2 Comments
masih kagum sepeda Phoenix ini masih ada yang jual dengan kondisi baru
Sepeda top