Untuk sekali tempel kertas promo sedot WC seukuran separuh folio tak sampai dua menit. Kalau empat sisi tiang listrik ditempeli semua, cuma butuh delapan menit. Siang ini saya memergoki. Si petugas membawa kertas, tongkat pengoles lem, dan bekas kaleng cat untuk wadah lem.
Ada juga cara kurang ajar yaitu menempelkan stiker ke gerbang warga. Sayang saya belum pernah memergoki langsung, tahu-tahu tertempel, tapi ketika nomor telepon saya hubungi, si juragan sedot tinja malah galak, “Masalah Bapak apa? Alamat di mana?”
Dengan sopan saya tanya, “Saya boleh nempel stiker apa aja di rumah Anda?”
Jawabannya dengan nada keras, “Emang napa, alamat Bapak di mana? Saya ini nyari makan!” Saya ingatkan, dia belum menjawab pertanyaan saya. Jawabannya semakin bernada menantang. Kalau dia tahu alamat saya, tapi waktu itu saya sering pergi, kasihan orang rumah.
Lain waktu, saya memergoki penempel kertas promo sedot kakus sedang bekerja, lalu saya hentikan mobil, dan si penempel kesal: “Napa liatin, Oom?”
Saya bilang ini kompleks saya, hak saya mengamati. Dia berdiri, bahasa tubuhnya menantang, lalu pergi sambil ngomel, intinya tentang orang kaya dan orang miskin. Tapi saya tidak bisa melarang karena bukan di depan rumah saya.
Ada sejumlah hal tentang tempelan sedot WC:
- Kita kesal terhadap tempelan, tapi sekali waktu butuh, sehingga akan menghubungi nomor telepon di tiang listrik
- Tempelan promo itu tak membayar pajak reklame kepada pemda dan mungkin tak pernah ditagih padahal ada nomor ponselnya
- Para juragan tak pernah mencantumkan nama, cukup nomor ponsel, sehingga penelepon boleh membuka percakapan, “Selamat siang, bisa bicara dengan Pak Sedot WC?”
- Para penempel bekerja antara pukul sepuluh pagi sampai pukul empat sore, saat banyak warga pergi atau di dalam rumah
- Para pengusaha yang cari makan (dari menyedot) tinja itu belum tentu memiliki truk tangki sendiri, jadi bisa saja satu tangki dipakai bergantian — artinya sekian banyak nomor itu bermuara ke truk tangki semua
- Semua truk tangki tak ada yang sebersih truk BBM Pertamina atau truk tangki bahan kimia perusahaan genah, tak ada pula motif kembang, dan tidak ditulisi “sedot WC” maupun “sedot tinja”
- Lazimnya truk tangki bertuliskan kapasitas volume berapa ribu liter dan ada teks “tangki ini bukan alat ukur”, bahkan “dilarang menumpang”, tapi tak berlaku untuk truk tangki tinja
- Para sopir truk tangki adalah orang berbudi, saya belum pernah melihat mereka parkir di depan warung untuk makan, tapi bisa saja suatu kali parkir karena dapat order sedot
- Tak pernah jelas ke mana tangki-tangki itu membuang muatan, semoga ada pool bahan biogas
Cerita tentang truk tangki tinja terguling sejauh saya tahu adalah cerpen Yudhisthira A.N. Massardi tapi saya lupa judulnya. Kalau berita dan komik sih ada. Untuk berita, yang terbaru dari Palembang, Sumsel. Kalau komik, dari peristiwa di Cipsyung, Jaktim.
7 Comments
kadang lokasi penempelan ajaib
https://jurnal.snydez.com/id/1500/spam-offline
Bergidik sendiri saya bacanya. Kesel, semua juga cari duit 😦 Tapi kok saya belum pernah nemuin orang nempel iklan ya. Kapan2 kalo ketemu saya sapa lah 😀
Kalau masang di pintu kita memang perlu diajak komunikasi
waduh.. yang salah lebih galak..
Dan suatu saat orang yang salah tapi galak akan ketemu yang lebih, bisa preman, bisa bromocorah, dan apa saja yang berseragam
Pakai lem apa ya?
Kalau dulu sih lem kanji, bikinan sendiri. Sekarang kayaknya ada lem kertas semacam Fox dalam wadah besar.