Saya sangka istilah nyuklun hanya berlaku di Salatiga, Jawa Tengah. Ternyata dalam buku Emha Ainun Nadjib, Saat-Saat Terakhir Bersama Soeharto, istilah nyuklun juga ada dalam bab “Grand Design dan Perbudakan”.
Tertulis di sana, “Mana mungkin negara ‘gemah ripah loh jinawi‘ seperti Indonesia dibiarkan merdeka oleh Amerika Serikat. Apalagi 17 dalam keadaan ambruk dan nyuklun seperti sekarang, mana mungkin Amerika Serikat tenang-tenang saja.” (halaman 185)
Lalu dalam catatan kaki, editor menjelaskan, “Nyuklun: Jawa, artinya kurang lebih tidak pas; tidak layak — peny.”
Di Salatiga istilah nyuklun yang sepadan dengan wagu dan ora wangun sudah jarang terdengar mulai 1980-an. Sekarang pun mungkin sudah jarang disebut dalam percakapan.
Di Bausastra W.J.S. Poerwadarminta kata nyuklun tidak ada.