Kamus istilah asing yang tetap asing 59 tahun lalu

Dari likuran juta sarjana, berapa orang yang sering merasa bermasalah dengan bahasa Indonesia sehingga mereka membutuhkan kamus?

▒ Lama baca < 1 menit

Kamus istilah asing bahasa Indonesia dalam aksara Latin dan Cina

Terus menerus di rumah karena PSBB Covid-19 membuat saya iseng menata ringan buku di rak. Lalu saya temukan buku lawas ini. Kamus istilah asing, terbitan 1961.

Kamus istilah asing bahasa Indonesia dalam aksara Latin dan Cina

Nama penerbitnya Yayasan Kebudayaan Zamrud. Beralamat di kampung Pondok Rotan, Mangga Besar, Jakarta. Saya belum pernah mendengar nama kampung itu. Saya cari di Google Maps tidak ada. Oh, barangkali ada nama kampung yang berganti sehingga penggalan sejarahnya pun lenyap. Atau itu bukan nama kampung melainkan toko perabot?

Kamus istilah asing bahasa Indonesia dalam aksara Latin dan Cina

Kamus istilah asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia ini tetap asing bagi saya karena penjelasannya dalam aksara Cina. Saya tidak tahu itu bahasa Mandarin atau bukan. Jika merujuk tahun penerbitan, 1961, sebelum Orde Baru, aksara Cina memang bukan masalah. Saat itu sekolah-sekolah berbahasa Cina pun ada.

Kamus istilah asing bahasa Indonesia dalam aksara Latin dan Cina

Setelah isi utama lema demi lema (entri) ada lampiran berupa senarai. Saya tak paham maksudnya, yang pasti bukan indeks.

Kamus istilah asing bahasa Indonesia dalam aksara Latin dan Cina

Dari mana saya beroleh buku ini? Dari garasi di rumah Yogya, di sana ada rak berisi sisa buku bapak saya. Saya menduga Bapak mendapatkannya dari lapak buku bekas, entah di kota apa, karena dia suka buku bekas sebagai penyeling dan keisengan.

Kamus istilah asing bahasa Indonesia dalam aksara Latin dan Cina

Satu hal yang menarik, di sisi dalam sampul belakang ada tempelan kertas, berisi daftar kata. Tampaknya itu kliping koran beraksara Cina. Jejak cetak hurufnya memberi kesan tindasan timah dari letterpress, sama seperti isi buku, dengan huruf naik turun.

Siapa sih yang butuh kamus?

Saya tak dapat mencerna isi kamus saku ini. Namun saya selama ini mendapat kesan, antara lain dari temuan di rak buku di rumah, dulu banyak sekali kamus. Generasi ayah saya selalu ingat, semasa SD zaman kolonial mereka memiliki wordenboek, atau kamus mini.

Generasi itulah yang setelah dewasa terbiasa dengan kamus. Ya, kamus apa pun, dari kamus perdagangan sampai kamus perkapalan. Mungkin bagi mereka bermanfaat juga untuk mengisi TTS setelah membaca koran yang merangsang rasa penasaran untuk melacak arti kata.

Sekarang juga masih banyak kamus. Untuk kamus bahasa Indonesia, di Google Play Store ada likuran. KBBI dari Badan Bahasa sudah diunduh sejuta kali lebih. Menurut Anda, angka sejuta itu sedikit, cukup, atau banyak?

Dari 268 juta penduduk Indonesia, hanya 8,79 persen yang jadi sarjana. Dari mereka itu berapa orang yang merasa sering bermasalah dengan bahasa Indonesia sehingga membutuhkan kamus?