Kembali saya iseng beli asam Thailand. Sudah sepuluh tahun prei. Dulu saya kadang membeli saat belanja bulanan. Asam macam ini buat diklamuti, sebagai pengganti permen, bukan untuk bumbu masak.
Terlalu juga ya, asam ginian pun kudu impor. Tapi saya tak tahu berapa lama budidaya asam, begitu pula hitungan ekonomisnya, minimum berapa pohon.
Kalau permen asam, berupa daging buah asam ditaburi gula pasir, saya juga suka. Di toko manisan biasanya ada. Mungkin karena unsur nostalgik saja maka saya membelinya.
Menyangkut nostalgia, ibu saya paling suka mengenang masa sekolah rakyat, berjalan kaki di bawah panas sepulang sekolah bersama sepupu, dari Kendal hingga sebelah pabrik gula Cepiring (Jateng), lalu di sepanjang jalan memunguti buah asam. Untuk diklamuti.
Oh ya, pepatah tentang asam itu ada. Apalagi pantun menyebut asam, “secara” di mana-mana orang suka pantun dengan komentar penyela (bukan pencela) “cakepppp…”
Lalu hubungan asam impor dan gempor? Nggak ada. Maaf.