Dari toilet putra sampai Dharma Wanita

Kata perempuan dan wanita masih berlaku. Pengampanye kata perempuan kembali menyukai kata wanita.

▒ Lama baca < 1 menit

Toilet putra atau toilet pria di rest area tol Semarang - Bawen

Putra adalah anak lelaki, dan putri adalah anak perempuan. Maka ada asrama putra dan asrama putri. Biasanya label putra dan putri untuk anak sampai pemuda (lajang).

Kalau toilet putra dan toilet putri? Untuk anak hingga lansia. Itu yang tersedia di tempat rehat di pinggir jalan tol Semarang – Bawen, Jawa Tengah. Penggunaan nama seperti meneruskan WC putra dan WC putri di sekolah dulu.

Putra dan putri. Laki dan perempuan. Pria dan wanita. Eh, perempuan atau wanita? Beda makna.

Tapi beberapa tahun lalu Julia Suryakusuma menulis di Tempo, dia mulai berpikir menggunakan kata wanita lagi. Sebagai salah satu pendorong penggunaan kata perempuan, bukan wanita, Julia mengenang dulu hal itu dia dan kelompoknya lakukan untuk melawan Orde Baru.

Orde Baru menempatkan Dharma Wanita sebagai alat kekuasaan patriarkal. Di organisasi itu, pemimpinnya harus istri kepala lembaga. Bisa juga kepala lembaga jika dia perempuan.

Memang ada kasus kepala lembaga seorang duda bahkan lajang. Soal pemimpin lajang, pernah terjadi di TNI. Tapi selalu ada solusi siapa yang memimpin Dharma Wanita dan organisasi istri tentara.

Mungkinkah organisasi perempuan di sebuah lembaga dipimpin oleh orang yang bukan istri ketua?

Mungkin dan bisa. Arief Budiman pernah salut terhadap Perwasatna, organisasi perempuan di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Istri rektor tak harus memimpin. Memang begitu tradisinya. Ada pemilihan. Bukan setengah ex-officio, jabatan istri bergantung suami.