↻ Lama baca 3 menit ↬

BOLEH DIHUKUM KALAU ISTRI DAPAT UANG HASIL KEJAHATAN SUAMI | “Bener nggak menurut Mas kalo Eddies Adelia divonis tiga bulan gara-gara terima duit bulanan Rp100 juta dari suaminya?” tanya seorang perempuan kepada saya beberapa hari lalu.

Untung saya sepintas mengikuti berita ini. Namanya juga sepintas, sehingga sekian lama saya menyangka Eddies itu penyanyi dangdut. Ternyata bukan. Menurut Wikipedia, perempuan bernama asli Ronih Ismawati Nur Azizah (36) itu pemain sinetron.

 Eddies Adelia yang dihukum kerana dapat uang hasil kejahatan suami
Pemain sinetron Eddies Adelia • Foto: Irfan Maulana/Kompas

Pekan lalu (Selasa (28/4/2015) Eddes divonis tiga bulan potong tahahan dan didenda Rp25 juta di PN Jakarta Selatan karena menerima duit bulanan Rp100 juta (entah sejak kapan, dan sampai kapan) dari suaminya, Ferry Setiawan, yang sudah dibui lima tahun plus denda Rp1 miliar karena menipu. Eddies langsung bebas karena sudah menjalani masa penahanan. Pada Desember 2014 dia sudah ditahan 20 hari karena kasus ini lalu menjalani tahanan kota.

Nah, kembali ke siapa tadi, Eddies Adelia, jawaban saya adalah, “Menurut saya sih bener.”

“Nggak bener dong, Mas. Namanya istri kan wajar dapet duit dari suami?”

“Orang naik motor nggak pake helm lalu ditilang polisi itu bener nggak?”

“Iya jelaslah kalo yang itu, Mas!”

“Yang ini juga jelas. Orang nggak pake helm ditilang itu kan ada undang-undangnya. Orang terima duit hasil kejahatan lalu dihukum juga ada undang-undangnya, soal pencucian uang. Jadi masalahnya di mana?”

“Ngerasa aneh aja. Ada yang nggak bener.”

“Lho, kan udah terbukti? Makanya dia divonis. Itu bener tapi nggak adil.”

“Maksudnya?”

“Bener, orang yang terima duit hasil kejahatan harus diadili. Kalo terbukti ya dihukum. Nah, jadi nggak adil karena istri-istri koruptor yang jadi terpidana itu nggak dihukum kayak Eddies. Padahal dapetnya lebih gede.”

“Tapi kan wajar kalo istri, nggak soal istri keberapa aja, dapet duit dari lakinya? Malah harus. Masa yang ngasih duit itu lakinya orang? Nggak bener itu.”

“Lha tapi duitnya kan hasil kejahatan? Bisa dari nipu mitra bisnis, bisa juga nyolong duit rakyat.”

“Iya yang salah yang melakukan kejahatan, bukan yang terima uang.”

“Kalau semua perempuan gitu, sama aja mendukung korupsi. Maksud saya kaum istri… Maaf lho…”

“Ya jangan lebay gitu. Istri mana sih yang mendukung korupsi? Maunya sih yang halal, yang barokah. Perempuan kan nggak tau suaminya dapet duit dari mana?”

“Nggak tau atau nggak mau tau asal duit?”

“Ya gitu deh, jangan dibikin rumit.”

“Oh, jadi yang penting ada duit masuk?”

“Boleh jujur nggak?”

“Lha ya boleh.”

“Buat perempuan, yang penting ada nafkah lahir batin. Yang lahir itu, ada duit buat nyukupin kebutuhan apalagi kalo bisa buat seneng-seneng beli apa aja. Sebodo amat asal-usulnya. Ini jujur lho.”

“Tapi kan bisa kejerat hukum?”

“Siapa sih Mas yang bikin hukum apa tadi, cuci uang? Kayaknya nggak berpihak sama perempuan deh.”

“Mungkin bikinan asosiasi laundri kiloan. Mereka nggak mau disaingi dalam soal mencuci.”

Saya bukan ahli hukum. Perempuan itu juga. Tapi karena dia tak tanya lebih jauh bagaimana cara membatalkan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, saya pun tak menganjurkannya cari pengacara untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut hakim, Eddies melanggar Pasal 5 ayat (1) UU TPPU:

(1) Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Saya terkesan oleh pernyataan Eddies pada hari sidang yang dikutip oleh Tribun News:

“Saya engga puas, karena saya tidak merasa bersalah. Isteri-isteri koruptor lain tidak ada yang dipenjara, tapi saya tetap terima dan hormati keputusan hakim.”

Terbayang oleh saya sejumlah perempuan istri koruptor yang cuma diperiksa di KPK. Saya juga teringat penyitaan harta koruptor yang sebagian atas nama keluarganya.

Akan tetapi saudara-saudari, istri-istri itu menjadi tersangka pun belum.

Tindak pidana korupsi akan lebih cepat direm kalau istri-istri terancam dipenjara gara-gara terima duit haram. Apalagi jika begitu ada gelagat suami korup, para istri langsung minta cerai.

Pasti keren kalau masing-masing berani, “Aku bisa cari uang sendiri, malah lebih banyak! Aku nggak butuh duitmu, Bang! Ceraikan akuku… ku… ku… kuuuu…” Pakai efek seolah echo. Seperti pentas Srimulat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *