↻ Lama baca 2 menit ↬

NEGARA MATI AKAL. LANTAS DIBUATLAH SOLUSI PARSIAL.

Jalan raya adalah cara paling mudah untuk melihat potret Indonesia. Semua ketidakberesan  tumpah di sana, bahkan sampai ke trotoarnya. Salah satu contoh adalah pemasangan portal pada beberapa ruas busway di Jakarta. Kita melihat pemerintah (daerah), sebagai wakil negara, seperti mati akal.

Pagi pada hari kerja misalnya, sejak Jatinegara (Jakarta Timur) sampai Jalan Kramat Raya (Jakarta Pusat), beberapa portal pada busway dipalangkan, dijaga oleh petugas. Maksudnya jelas. Supaya kendaraan non-TransJakarta, termasuk sepeda motor, tak memasuki jalur khusus itu.

Bukannya sudah ada rambu? Itu hanya hiasan pemantas sekalian sebagai bukti pemakaian anggaran sarana. Nyatanya banyak pengendara tak memedulikan rambu, bahkan lampu merah dan markah jalan pun diabaikan.

Lantas portal dianggap sebagai sarana pemaksa yang efektif sekalian mendayagunakan petugas lapangan. Polisi lalu lintas? Kadang mereka membiarkan penerobosan, tetapi di waktu lain ada yang menunggu di ujung ruas supaya bisa menilang.

Ketidakpastian. Itu yang membuat masyarakat, yang sudah kadung abai peraturan, untuk menerobos. Kalau tertangkap polantas, itu nasib. Ini serupa para koruptor dalam bermain peran. Kalau orang lain korup, ya ikut saja. Kalau tertangkap, itu karena nahas.

Masa sih tak ada kepastian dan ketegasan? Ada, dong. Jika menyangkut jalan, lihatlah di depan Istana Negara, Jalan Merdeka Utara. Saya belum mencoba, dan tak akan, tetapi saya yakin kalau saya buka lapak tambal ban di depan pagar istana pasti akan diusir sebelum pasien pertama datang dengan ban kempisnya. Besok saya ulangi, akan diusir lagi. Begitu seterusnya — tetapi itu hanya pengandaian minimal. Jangan-jangan saya malah akan dikerasi petugas keamanan.

Kenapa ketegasan dan kepastian hukum yang serupa tak diterapkan di tempat lain? Biarlah para penyelenggara negara yang menjawab secara ringkas; syukur-syukur menyenangkan, tak hanya menyalahkan rakyat.

Nah, kembali ke busway ya. Kenapa dalam rambu tak dibikin jam berlaku? Misalnya selama pukul 24.00-04.30 jalur itu boleh dimasuki kendaraan apa saja? Larangan tanpa pengaturan waktu saja dianggap boleh ditawar, kenapa pula menerapkan jam pemberlakuan.

Kelak ketika Indonesia beres — entah kapan, tapi sebaiknya kita punya harapan — pasti jalan rayanya juga beres. Saat itulah kata “penegakan hukum” punya makna, dan korupsi dianggap memalukan, lalu pelakunya (yang ketahuan) tidak berani cengengesan — mungkin malah bunuh diri sebelum diperiksa KPK.

Ketika Indonesia beres, portal aneh dengan rambu lucu takkan ada lagi. Lihatlah kedua foto dalam tulisan ini. Ada lempeng verboden ditambahi lempeng “kecuali busway” (mestinya “kecuali TransJakarta”). Jadi, palang dan larangan itu bisa diterjemahkan sebagai “dilarang memasuki jalur bus kecuali jalur bus“.

Yah, kita hidup di republik guyon tapi sering membingungkan. Saya tak tahu apakah pemimpinnya lebih sering guyon atau lebih sering kebingungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *