Beberapa kali saya klik banner pada UberSocial di BlackBerry. Hasilnya sajian WAP biasa, bahkan ada yang sebagai miniatur dari versi desktop. Misalnya polling kesehatan, seperti di lp.mydas.mobi. Di sana saya harus menggerakkan kursor untuk memilih. Tak cukup memencet angka pada keypad.
Kalaupun si pengelola konten mengandaikan semua pemakai handset sudah memakai layar sentuh, bagi saya itu keliru. Saat ini, tanpa merujuk statistik, saya berani bilang bahwa ponsel layar sentuh tak sebanyak ponsel layar biasa. Penyaji konten harus menyesuaikan diri.
Tapi nanti dulu. Smartphone berlayar sentuh bakal semakin banyak, dan kian terjangkau, apalagi penetrasi Android kian meluas. Kalau sudah begitu isi WAP biasa jadi kurang menarik. Yang lebih dibutuhkan adalah aplikasi dan konten. Sebangsa aplikasi majalah Time untuk BlackBerry dan Android begitulah–di sini saya hanya membatasi smartphone “konvensional”, bukan tablet.
Sajian konten biasa dalam layar ponsel tak senyaman versi desktop, apalagi kalau teksnya panjang. Maka Jakob Nielsen dalam Alert Box Februari lalu (http://bit.ly/dOwymS) mengingatkan bahwa “konten mobile dua kali lebih sulit”. Ada soal semantik di dalamnya, dengan merujuk kasus iPhone.
Nielsen juga mengutip kesimpulan tim dari Universitas Alberta, Kanada: “sulit bagi pembaca untuk mencerna informasi rumit dari sebuah lubang intip”. Kolom ini pun mungkin kelak harus punya versi ringkas 69 kata atau kurang.
Kalangan telekomunikasi Indonesia, seperti dilontarkan CEO XL Axiata Hasnul Suhaimi, dalam XL Award Jumat pekan lalu, juga sadar bahwa pasar akhirnya lebih membutuhkan layanan data, bukan suara. Tetapi siapa yang menyediakan aplikasi dan konten?
Dalam bayangan saya, jika dihubungkan dengan pemasaran, maka hasil pengeklikan spanduk pada sebuah aplikasi mestinya dilarikan ke sebuah aplikasi Indonesia yang ramah mobile, misalnya:
- polling dan kuiz yang menyenangkan
- e-coupon untuk diskon barang dan jasa (syukur kalau gratis)
- e-ticket yang andal
- pengunduhan lagu
- konten gambar dan teks ringkas
Hampir semuanya sudah lama dilakukan oleh SMS. Tentang konten gambar dari sisi produksi, oleh pengguna, bisa dilakukan misalnya untuk jurnalisme warga bagi kepentingan kota (melaporkan jalan berlubang).
Tetapi bukankah aplikasi mobile untuk Twitter dan Facebook sudah bisa menjawab kebutuhan pelaporan oleh warga?
Ini tantangan bagi pengembang aplikasi lokal untuk menyediakan apa yang dimaui oleh orang Indonesia–termasuk games lokal yang asoy. Terobosan versi mobile infolalulintas.com (infoll.mobi), dari sisi keringkasan, layak disambut dan pasti terus dikembangkan. Kalau nanti cukup via suara, sehingga tak mengganggu pengemudian, pasti lebih bagus. :)
Saya yakin Anda punya sejumlah daftar kebutuhan. Boleh tahu?
*) Dimuat di detikinet 7 Maret 2011