↻ Lama baca 2 menit ↬

HARGA DI BAWAH SEJUTA BISA NGINTERNET GRATIS.

ponsel murah meriah dari cina, dengan wi-fi

Bahkan sampai empat tahun lalu tak semua orang kantoran tertarik kepada ponsel Symbian dan lainnya, pokoknya ponsel pintar. “Kalo cuma buat ngemail kan bisa di kantor. Buat chatting juga. Gratis,” kata seseorang waktu itu.

Memang tak sedikit yang memakai ponsel bulky ala Nokia Communicator. Ternyata ada juga yang alasan pakainya adalah, “Bisa nyimpen nomor lebih banyak. Ada fitur nulis dan ngedit dokumen kerja.”

Kini semuanya berubah. Internet lebih murah — begitu pula laptop. Operator bersaing banting harga, terutama untuk prabayar. Ponsel juga semakin murah, terutama merek dan buatan Cina, yang bisa didapat dengan harga di bawah Rp 1 juta. Mungkin kini tak ada lagi yang cuma berbangga-bangga dengan ponsel 3G (atau 3,5 G) padahal tak pernah dipakai untuk berinternet.

Cuma itu? Bukan. Ini rumus saktinya: layanan dan killer apps/platforms. Seperti halnya pada desktop/laptop, media sosial menjadi pendorong banyak orang untuk aktif berinternet.

Dulu ketika hanya ada messenger untuk interaksi, tak semua orang (tua) tertarik. Begitu pula ketika ada blog. Bahkan tak sedikit orang berusia 45 ke atas yang merasa bingung, atau cepat bosan, ketika membuka web. Maklumlah, itu era web 1.0 yang kurang memberi ruang untuk partipasi dan kolaborasi.

Kini Facebook, Twitter, dan layanan lainnya menjadi alasan bagi the laggards untuk berinternet. Maaf, sebutan the luggards itu cuma meminjam sinisme penuh kepongahan dari early adopters terhadap late adopters.

Baiklah saya tak mau memperpanjang masalah, itu sebabnya saya tidak menyertakan data. Lebih asoy kalau saya cerita ini: ponsel pintar nan murah, apalagi dengan Wi-Fi, adalah sahabat baru bagi Bang Opisboi, Mas Kurir, dan Mas/Mbak Kliningserpis. Sahabat bagi korps yang kadang dilecehkan oleh sebagian dari mereka yang dulu menolak smartphones (lihat paragraf pertama) tapi sekarang tidak bisa bercerai dari BlackBerry barang sehari.

Bagi saya itu bagus. Mestinya internet memang untuk sebanyak-banyaknya orang.

“Bos, kalo mau pake Wi-Fi-nya kantor sini password-nya apa? Bagi dong,” pinta Mas Opisboi pemilik ponsel murmer anyar Cina kepada seorang pegawai. Hasilnya? Akses nirkabel menyebar ke pantry kantor depan dan sebelah.

Sayang demokrasi dan egalitarianisme belum tentu melegakan semua orang. “Njrit! OB gue nge-add gue di FB, follow gue di Twitter!” keluh seorang priyayi kantoran.

Foto: Ponsel Cina dual SIM card, dengan Wi-Fi, harga di bawah Rp 1 juta. Maaf ini bukan iklan atau sejenisnya. Kalau vendor diuntungkan, itu rezeki mereka. :D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *