↻ Lama baca 2 menit ↬

MERAWAT KEGEMBIRAAN NGEBLOG.

Kesetiaan dan kesenangan. Itulah yang dijalani oleh seteru mesra saya, Dik K.R.M.T. Roy Wicaksono Satrionyemengit alias Ndoro Kakung alias Richard* alias Ndoola Mamusi, dalam ngeblog. Dia setia terhadap beberapa blognya (termasuk mikroblog), dan mengisinya penuh kesenangan, dan sesekali keisengan, dari hari ke hari — memang sih kadang prei.

Jika kesukaannya menulis daring (yang kadang garing) itu dihubungkan dengan profesinya sebagai jurnalis, saya kok kurang sepakat.

Sudah terbukti bahwa tak semua jurnalis itu ngeblog. Pun terbukti tak semua blog jurnalis, baik blog dinas maupun blog pribadi, itu menyenangkan untuk dibaca oleh sebanyak-banyaknya orang.

Seorang kawan, bukan jurnalis, secara sewenang-wenang menduga bahwa masih sedikitnya blog pribadi milik reporter itu karena mereka takut akan ketahuan bahwa bahasa tulisnya masih burook — maklumlah selama ini mereka ditolong oleh editor.

Ah, sudahlah. Itu soal lain. Itu masalah si reporter dan atasannya, kan? Mari kembali ke Wicak(sono) yang juga editor itu.

Buku karya Ndoro Kakung Wicaksono

Dia merangkum tulisannya, dari beberapa tempat, sebagai sebuah piwulang atau ajaran, ke dalam sebuah buku saku. Isinya tak seperti beberapa buku (tentang) blog. Buku ini akan membantu pemula, bukan menyesatkan, untuk menyusuri jalan blog.

Buku yang menyesatkan pemula? Emang ada? Carilah di toko, dan Anda akan segera menemukan panduan semacam “menjadi kaya dari (nge)blog”. Padahal maksudnya bagaimana mengakali mesin blog untuk meraup duit.

Ada pula yang tak menyesatkan tetapi belum-belum sudah mengundang prasangka. Kasihan juga. Lebih dari sekali saya mendengar komentar, “Ada buku soal blog tapi penulis dan blognya kok kurang terdengar di blogosfer, ya?”

Itu jelas skeptisisme negatif. Emangnya cuma blogger tersohor yang boleh menulis buku? Ingat, sebagian buku petunjuk menjadi kaya raya tak ditulis oleh triliuner kelas pengemplang BLBI.

Lantas apakah inti piwulang buku itu? Ngeblog adalah seni, tak perlu memaksakan diri, jangan berharap akan lekas memetik ketenaran, dan jangan kebelet meraup rupiah maupun dollar.

Itulah panggilan hati. Seperti yang dia lakukan. Bahwa dia akhirnya terkenal, itu adalah hasil. Malah dulu orang lebih mengenal pseudonym Ndoro Kakung ketimbang nama aslinya. Nah, bahwa dia belum kaya karena blognya dan ketenarannya sebagai blogger, itu soal nasib yang semoga tak abadi.

Kelebihan Ndoro Kakung, yang kadang saya sebut Ndoro Bedhès (karena dalam blog dia menyebut anaknya sebagai “bedes cilik”), adalah dia tak hanya aktif di dunia maya. Dia hadir dan mengalir di dunia nyata. Bergaul-maul, mendengar dan berbicara, dan yang lebih penting lagi: menularkan kegembiraan ngeblog kepada khalayak ramai maupun sepi.

Piwulang-nya layak simak,  karena jika Anda membacanya sendiri di internet pasti akan menghabiskan waktu. Posting dia banyak banget. Ada juga yang ngeselin. :D

JUDUL: Ngeblog dengan Hati • PENULIS: Ndoro Kakung • PENERBIT: GagasMedia (Jakarta, 2009) • UKURAN: 13 cm x 19 cm • TEBAL: vx + 144 halaman • HARGA: ?

 

* Di sebuah tempat, seorang sahabat mengaku bernama Wicak. Si pendengar menanggapinya, “Oh, Richard? Orang Batak, ya?”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *