↻ Lama baca < 1 menit ↬

UNDANGLAH VETERAN UNTUK BERBAGI SEMANGAT.

Bukan pilihan yang mudah bagi pemangku jabatan tinggi setiap kumpeni untuk memecat maupun memensiunkan dini anak buah sekaligus sejawat yang telah lama dikenalnya, bahkan tumbuh bersama, justru pada masa sulit. Baiklah, orang bisa bilang soal nurani dan akal sehat. Orang bisa bilang soal kehendak baik. Dan entah apa lagi.

Tapi bagaimanakah kehendak baik diterjemahkan?

Rumus pesangon yang jauh melebihi undang-undang dan peraturan perusahaan itu patut disyukuri.

Pun bagus kalau ada sejumlah langkah persiapan, sejak sosialisasi sampai pelatihan.

Itulah mengapa ada kumpeni yang memberikan pelatihan kewirausahaan, dengan harapan bekas orang-orang mapan yang terpaksa meninggalkan comfort zone itu menjadi tangguh dan mandiri. Ada pula pelatihan pengelolaan keuangan pribadi eh… kesejahteraan — sekalian pengenalan risikonya.

Hanya itu? Mungkin ada pula pelatihan atau apalah yang bersifat pematangan spiritual supaya setelah jadi ronin mereka tidak depresi lalu saban hari menjeweri anak tetangga.

Yang saya belum tahu adakah sesi entah apa namanya yang justru memanggil pensiunan dini atau “korban” PHK dari kumpeni yang sama untuk berbagi pengalaman.

Saya bayangkan ini menarik sekaligus menantang.

Menarik, karena ceramah dan semua coleteh menggurui berasal dari bekas orang dalam.

Menantang, baik bagi orang manajemen maupun calon narasumber, karena bisa saja masing-masing punya luka yang belum disembuhkan oleh waktu dan pencerahan spiritual. Bisa-bisa 30 persen materi bahasan narasumber berisi caci maki penoreh luka.

Bagi peserta yang calon ter-PHK maupun pensiunan dini, persoalannya mungkin lebih sederhana. Mungkin lho. Yaitu hanya tertarik kepada alumni yang sukses — dengan maupun tanpa sakit hati.

Ukuran sukses adalah kesejahteraan mereka setelah jadi alumni itu lebih bagus daripada ketika masih jadi pegawai. Ini terukur, mudah dilihat.

Kalau ukuran sukses (tepatnya: sejahtera) adalah kenyamanan diri, padahal pendapatan jauh berkurang bila dibandingkan ketika bekerja di kumpeni lama, bisa jadi peserta akan marah.

“Lha memangnya setelah dipecat kami mau jadi orang nyeniman sok bohemian yang biarpun miskin tapi pede tetap cengengesan?” begitu mungkin respon peserta.

Kalau menurut Anda?

© Gambar asli praolah: unknown

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *