LCD YANG SEBANGSA HAND-BODY.
Beberapa tahun lalu ketika saya masih ngantor, ada orang mau pinjam InFocus. Dengan senang hati saya tolak.”Ndak punya, je,” kata saya. Kemudian dia datang lagi, “Lho, katanya Mas punya. Kami mau pinjem LCD kok, Mas.” Saya tunjukkan monitor LCD saya, “Waduh nuwun sewu, sedang saya pakai buat kerja, je…”
Ingatan itu muncul ketika kemarin saya bertandang ke sebuah kantor. Si tuan rumah, kebetulan blogger juga, mempresentasikan pokok pikirannya memakai InFocus.
Saya tak tahu peta pasar proyektor LCD (maupun DLP) sekarang, baik di Indonesia maupun terlebih lebih luas dan jauh dari itu. Kesan saya sih untuk kasus Indonesia itu InFocus kadung ngetop sehingga menjadi nama barang. Mereknya bisa Acer, Sony, Epson, Mitsubishi dan seterusnya.
Maka dalam cerita tadi bukan salah si peminjam kalau dia menyebut InFocus. Juga bukan salah saya kalau saya menyangkal, karena yang dimiliki oleh kantor saya bukan itu mereknya.
Bahwa kemudian dia meralatnya menjadi LCD, itu karena kelumrahan. Dari “LCD projector” akhirnya tinggal “LCD”. Ini serupa dulu, ketika sejumlah orang menyingkat “hand and body lotion” menjadi “hand-body” — bukan “lotion“.
Kenapa sebuah merek akhirnya menjadi nama barang tentu ada riwayatnya. Bisa karena muncul pertama kali. Bisa juga karena yang terkuat pada suatu masa. Atau soal lainnya. Lebih dari sekali saya mendengar orang menyebut “iPod” utuk semua digital music player.
Hal serupa terjadi pada Spidol (marking pen), Rapido (drafting pen), Stabillo (highliter), Tipp-Ex (correction fluid), Berko (dinamo sepeda), Eternit (lembar asbes untuk plafon), dan… silakan Anda tambah sendiri.
Merek-merek tadi ada yang bertahan, ada yang punah. Adapun sandal jepit Swallow, mulanya memamg merek. Ketika peniruan dan pemalsuan sudah memuncak pada 1980-an, produsen Swallow asli mengganti merek menjadi Skylark. Pengacaranya mengumumkan di koran. Tapi pasar tak peduli.
Kalau merek sandal plastik Nylex pada akhir 60-an sampai awal 70-an, begitu pula sandal sepon Lily, tampaknya menguap secara perlahan sampai akhirnya lenyap.
Dari sejumlah merek, yang termasuk paling kuat tampaknya Levi’s. Hampir semua penjahit dan tukang permak menyebut jins sebagai Levi’s — dilafalkan “le-pis”.