Sepur Kita 144 Tahun

▒ Lama baca 2 menit

KWALITEIT NOMER SEMBILAN RUPANYA.

sepur sontoloyo

Mau Taksaka, mau Argolawu, sama saja. Kondisinya cepat menua. Pemuatan foto toilet mereka hanya akan mengundang jijik. Dua belas tahun lalu saya mencoba gerbong baru, rasanya mendapatkan Indonesia yang agak beradab.

Sekarang? Jika ada penumpang stres, atau bocah bengal, maka pintu gerbong akan gampang dibuka. Mungkin akan ada tubuh terlempar. Atau separuh badan yang terjulur akan membentur tiang di pinggir rel. Bisa juga soal keadilan sosial tapi menjengkelkan: sekali pintu dibuka maka penjaja pecel dan lainnya akan masuk sambil melolong.

sepur sontoloyo

Sudah 144 tahun kita mengenal sepur. Maka dari dalam gerbong yang berguncang saya meng-SMS Zen sang Pejalan Jauh, adakah yang sama dan adakah yang beda sejak Jawa mengenal stasiun pertama Tanggung (17 Juni 1864)? Inilah jawabannya…

“Lambatnya masih sama, bersihnya lebih jelek, tapi lebih demokratis: gak dibedain mana gerbong buat londo atau pribumi. Relnya untuk daerah Banyumas masih sama. Hehe.”

Jika demokrasi juga berarti partisipasi maka penumpang diharapkan turun tangan. Slot kunci pintu yang menganga itu diikat dengan tali nilon. Dalam kasus pintu, demokrasi juga berarti membebaskan penumpang untuk melompat ke luar kapan dan di mana pun.

sepur sontoloyo

Tentu, demokrasi juga berarti bebas berbahasa. Kelas bisnisnya kereta api dan kelas bisnisnya pesawat adalah dua konsep yang berbeda. Konsep kapal terbang: bisnis tak berarti berhemat, harus menjadi menak. Konsep sepur: bisnis adalah asketisisme, laku prihatin.

sepur sontoloyo

Adapun kelas eksekutif, itu hanya bagian dari kelatahan. Apapun yang mentereng adalah eksekutif karena eksekutif adalah kekuasaan, kejayaan. Rokok dengan merek abal-abal dan pita cukai palsu pun menyukai atribut eksekutif. Tak ada yang memasang label legislatif padahal dalam sebuah Indonesia hari ini yang digdaya adalah parlemen.

Adapun kaca pecah, itu tak sepenuhnya kesalahan PT Kereta Api. Ada saja orang yang melempari gerbong, termasuk gerbong KRL Jabodetabek. Kepala bocor adalah harapan si pelempar.

Sampai di sini urusannya bukan demokrasi tapi bisa dihubung-hubungkan atas nama demokrasi — sangat kere sekaligus ngawur. Kalau mereka yang berkedudukan tinggi boleh melanggar hukum dan membahayakan orang lain, kenapa yang hanya bermodal hati mengkal dan batu lemparan tak boleh merusak?

sepur sontoloyo

Setelah kapal besar, kereta api adalah angkutan massal yang mengubah sejarah. Ini bukan hanya soal mobilitas ratusan orang secara bersamaan dan pengangkutan barang, melainkan juga perjalanan budaya di Tanah Jawa.

Perubahan dialek setiap daerah akan terasa dengan sepur rakyat. Setiap stasiun yang diselingi oleh sungai besar sudah membedakan logat.

Ketika distribusi produk konsumen belum menasional, lagi pula merek lokal masih berjaya, sepur menjadi album kemasan berjalan. Salah satu kolektor bungkus rokok di Indonesia mendapatkan harta karunnya dengan memborong album milik pemulung gerbong tahun 50-an.

kucing liar di stasiun gambir. dari mana dia?

Sepur untuk mengangkut barang? Masih. Ada sepeda, sepeda motor, dan pernah kendaraan perang. Selain mengangkut hasil tambang, lalu sepur untuk mengangkut apa saja? Tak jelas. Jalur pantura Surabaya-Jakarta masih disesaki truk yang terseok-seok, yang menjadi sumber kemacetan, sehingga setiap Lebaran truk-truk itu akan disingkirkan supaya tak mengganjal arus mudik.

sepur sontoloyo

Suatu siang di bulan Agustus, Argolawu memutar film kocak-konyol yang sekian lama sulit saya dapatkan di toko DVD/VCD orisinal setelah terkesan oleh sajian rental pada suatu Natal: Kwaliteit Dua (Dennis Adhiswara, 2003).

Dalam rentang waktu ketersediaan seabad lebih, sepur yang saya naiki hanyalah kwaliteit nomor sembilan. Disajikan dengan tawa sekaligus cuek oleh petinggi kumpeni kereta api.

sepur sontoloyo

Kemajuan dan kesejahteraan sebuah negeri tak hanya dilihat dari pemilikan mobil bagus, tetapi terutama ketersediaan angkutan umum yang cepat, tepat waktu, bersih, aman, dan murah. Dari mana pangkalnya? Manajemen bagus, pemanfaatan pajak, dan subsidi. Tapi pelapis jok, untuk alas kepala, yang merupakan bekas pakai dari perjalanan sebelumnya, seolah mementahkan itu semua.

Dirgahayu Indoene-siah!

Tinggalkan Balasan