↻ Lama baca 2 menit ↬

YANG MENDUDUKI BISA ATUR DUDUK PERKARA.

Kursi di hotel Atlet Century Park Senayan Jakarta

Ada beberapa teman saya yang begitu duduk di atas kursi langsung mengangkat kaki. Ada yang bersila, ada yang melipat satu kaki seperti setengah bersila, ada yang duduk mencangkung dan menjadikan lutut sebagai penopang lengan. Bahkan ada pula yang duduk bertinggung, seperti jongkok di atas kursi.

Mereka melakukannya di rumah dan tempat lain yang membuat mereka nyaman melakukan itu. Termasuk di antaranya adalah kantor dan kantin bahkan kafe keren.

Perihal cara duduk, ini berhubungan dengan kenyamanan. Lantas kenyamanan menghasilkan kebiasaan.

Kebiasaan dan rasa aman bisa menghasilkan kejengahan bagi orang lain. Jengah itu artinya malu, bukan malas melakukan sesuatu. Misalnya seorang cowok usia tanggung yang rumahnya dipakai indekosan mbak-mbak. Para pemondok tak hanya berpakaian semaunya tetapi juga duduk sesukanya. Rona tersipu bocah puber malah jadi bahan mainan.

Itulah kursi. Itulah duduk.

Manusia mengenal kursi sejak merasakan enaknya duduk di atas batu dan akar pohon besar. Kata siapa? Kira-kira saja.

Kemudian jadilah kursi sebagai bagian dari kebudayaan. Model kursi bahkan cara duduk, ada pakemnya. Etiket mengaturnya, bila perlu melalui kursus.

Sebagai perabot rumah tangga, kursi juga bertaut dengan ingatan sentimental. Saya lupa-lupa ingat, pada tahun 80-an pernah ada cerpen tentang konflik ibu dan anak soal kursi (ganti atau tidak?), kalau tak salah karya Darwis Khudori.

Hari-hari kita sekarang ini konotasi kursi juga berkait dengan kekuasaan. Banyak yang memburu, tak sedikit yang ingin mempertahankan. Iklan kuno Ligna selalu terbukti: “Kalau sudah duduk lupa berdiri!”

Kursi diincar. Kursi didambakan. Jabatan bisa dianggap segalanya. Karena jabatan bisa menghasilkan lebih banyak hal. Kursi seseorang menentukan nasib orang yang tidak sekedudukan. Pilkada disorot. Pilpres sudah lebih dini start kampanyenya.

Maka masih saja ada orang yang bertanya kepada orang lain mengapa melepaskan sebuah jabatan, padahal kursi yang lebih baik sudah menanti, dan lebih memilih sebuah ketidakjelasan. Melepaskan burung merpati di tangan sambil menghalau burung elang yang akan singgah.

Jika masalahnya adalah duduk, maka di mana pun — asal tak kotor apalagi bau — mestinya bisa kan? Tapi ingat, kursi bersih juga bisa mengumatkan alergi karena bahan tak cocok untuk semua orang. Bikin gatal. :D

© Foto: blogombal.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *