ITU PENYAKIT TURUNAN?
Anak itu saya lihat pertama kali ketika dia masih SD. Dia anak teman saya. Lagak bicara dan cara berjalan mirip ayahnya. Beberapa waktu yang lalu saya bersua dengannya. Dia sudah dewasa. Sosoknya mengingatkan saya kepada ayahnya. Terutama cara berjalannya.
Si ayah pernah bercerita bahwa kawannya, seorang empu tari (yang kini profesor), pernah tergeli-geli melihat film yang merekam cara dirinya berjalan di Paris pada tahun 70-an. “Jebul mlakuku kuwi lucu,” kata teman saya menirukan kawannya. Artinya, “Ternyata cara berjalanku itu lucu.”
Bagi saya cerita itu lucu, bahkan ajaib. Bagaimana mungkin seorang penari (dan aktor) tak dapat mengenal bahasa tubuhnya sendiri?
Kita patut berterima kasih kepada fotografi. Perubahan wajah (yang menua), ketidaksuburan rambut (aha! pasti ini soal yang Anda suka!), ketidakrapihan gigi, dan kemerosotan nilai ke(tidak)gantengan dapat dipelajari dari foto. Cermin hanya sesaat, setelah itu gambarnya lenyap.
Saya dulu menganggap olok-olok teman saya tentang gestur saya itu berlebihan. Setelah saya melihat tayangan candid video, ternyata kesaksian teman saya benar.
Dari video intipan, saya juga baru tahu bahwa cara saya menulis di depan monitor, menerima telepon, merokok, dan menghadapi lawan bicara, ternyata seperti yang diperagakan oleh olok-olok teman. Padahal dia bukan aktor.
Salah satu anak saya dibilang cara berjalannya kadang mirip saya. Itu waktu anak saya masih balita. Dia terus bertumbuh, dan ketika saya lihat dari kejauhan cara berjalannya tak berubah.
Cara berjalan, sebagai bagian dari bahasa tubuh, itu diturunkan atau diajarkan?
Saya belum mencari jawabannya dari internet. Saya juga belum mencari tahu cara berjalan Charlie Chaplin dan Rowan Atkinson di luar akting.
Saya lebih suka mendengar kesaksian Anda. Tentang cara berjalan Anda, anak Anda, keponakan Anda, pasangan Anda, orangtua Anda, dan orang-orang terdekat Anda. Adakah yang bersifat “turunan”?