TENAR, DISUKAI, KOPROL. MANA YANG BENAR?
Apa sih popular eh populer, tanya anak itu. Orang yang ditanya menjawab sekenanya, “Merakyat atau disukai banyak orang.”
Entah diracuni siapa, anak itu kadung menjalin sebuah hubungan di benak yang mungkin aneh tapi orisinal. Popular itu ya lagu di TV dan radio: diketahui banyak orang, disukai banyak orang, ditirukan banyak orang. “Racooonnn, racooonnnn…” (baca dalam ejaan lama: ra-tjooon…, bukan “racoon” in basa Enggres).
Jadi, kalau ada pejabat pinter nyanyi lagu yang gampang, demikian kesimpulan anak itu, maka dia popular. “He’s a popular leader. ” Itu yang dia tulis dalam buku bergaris.
Popular juga bisa cuma berarti bersifat “kerakyatan”. Maka untuk “popular front for the liberation of anu”, ada koran yang menerjemahkan “front rakyat pembebasan…”. Ada juga yang tak mau repot: “front populer pembebasan…”
Lantas apa pula itu “populisme” dan (pemimpin yang) “populis”? Itu bukan tanya si anak, tapi pancingan si orang yang tadi ditanya.
Anak yang ditanya bingung, garuk-garuk kepala. “Emangnya apa?” tanyanya.
Maka inilah jawabannya: “Populisme itu suka koprol dan populis itu kadang-kadang koprol. Hasilnya? Kadang pusing sendiri, tapi berlagak tegar seolah tiada masalah, padahal ngliyeng.”
Semoga anak itu tak bertanya kepada guru bahasanya. Kalau itu terjadi zaman dulu, bisa-bisa si anak diminta gurunya bertanya ke komandan koramil dan kemudian kodim. Konon di sana banyak ahli bahasa yang berkuasa atas tafsir kata. Ilmu itu didapat dari latihan baris-berbaris dan menyikat sepatu lars saban pagi, yang diyakini selalu trendi — padahal tak ada kaitan dengan Populo.