Paket Nasi Uduk yang Terjajakan

▒ Lama baca < 1 menit

SEBUAH CARA UNTUK BERTAHAN.

paket nasi uduk kelilingSudah sebulanan saya tahu ada penjaja keliling yang membawa tas plastik berisi kotak stirofom makanan. Mereka menyambangi rumah dan kantor-kantor kecil. Pagi, siang, petang. Isi kotak itu nasi uduk, sepotong ayam goreng, sayur lalap, kerupuk, dan sambal. Ada bonus segelas plastik air “mineral”.

Bukan yang pertama. Ada di beberapa tempat — tapi tidak semua tempat. Malah jika menyangkut makanan pada jam kerja, layanan online via web pun ada.

Tapi tidak dengan yang ini. Yang namanya network — kalau pakai istilah lama — cukup kelas sneakers (meski yah tak pakai sneakers). Mereka berkeliling di seputar Kebayoran Baru, berpasangan, dua anak muda, sebagian besar perempuan. Mengetuk pintu, beruluk salam, tawarkan dagangan. Tadi menjelang pukul tujuh saya membelinya.

paket nasi uduk keliling

Selalu ada celah dalam ruang kehidupan yang mengalirkan uang. Memang, alir uang bisa hanya berarti uang numpang lewat, karena rupiah tak kerasan dalam genggaman.

Bagi si empunya dagangan, mungkin itu lebih murah ketimbang buka kedai. Margin harga jual paket Rp 10.000 bisa dipakai untuk komisi penjaja.

Bagi pembeli, tak usah pergi jauh dan membayar parkir. Pun tak perlu tergoda untuk menambah lauk dan minuman yang berujung pada biaya.

Saya ingat masa krismon sepuluh tahun silam. Tak sedikit wirausaha yang lahir dari situ — antara lain karena terpaksa setelah kehilangan pekerjaan.

Kini masa-masa ekonomi sulit mulai menampakkan seringainya. Pembagian kerja domestik menjadikan ibu-ibulah yang mengeluh lebih awal.

Ujung-ujungnya adalah kreativitas dalam akrobat ekonomi. Tapi itu harus dilalui. Kembali ke 2005 ketika harga BBM dinaikkan, dan semua kumpeni berteriak tentang efisiensi. Rumah tangga tak bermaklumat. Langsung mempraktikkan.

Tapi penjaja makanan murah mungkin harus bertanding dengan konsumen yang membawa bekal dari rumah.

Tinggalkan Balasan