↻ Lama baca < 1 menit ↬

MENGOBATI ATAU MEMPERPARAH KEJENUHAN?

billboard antikorupsiTahu plembungan atawa balon, kan? Setelah ditiup jadi melembung, lantas akan kempis sendiri.

Begitu pula berita skandal korupsi dan sejenisnya. Paling lama cuma dua minggu jadi berita, setelah itu tenggelam. Selalu ada berita baru, bahkan masalah baru.

Kalau hanya berkutat soal itu-itu melulu maka para editor bosan, demikian pula mungkin pembacanya, karena progresnya lamban.

Lantas bagaimana cara memelihara isu, padahal khalayak sudah jenuh oleh berita kasus yang ujung-ujungnya adalah vonis ringan?

Anggap saja cara ini untuk menambah kejenuhan. Apa dan bagaimana? Memanfaatkan bilbor di titik kemacetan. Penyajiannya bergaya tabloid. Isinya tentang tersangka koruptor teranyar. Bisa juga progres tersangka sebelumnya.

Tentu tidak bisa setiap hari di-update (kecuali pakai bilbor elektronik), karena meskipun cetak digital makin sakti, penggantian dua hari sekali akan merepotkan tukang panjat. Belum lagi kebosanan mereka, “Dia lagi, dia lagi.”

Selanjutnya untuk berita hasil pantauan silakan mengunjungi halaman web khusus.

Bagaimana dengan kemungkinan munculnya gugatan terhadap penyewa bilbor ala tabloid itu dengan pasal pencemaran nama baik atau penjelekan nama burook?

Saya belum tahu debat pokrolnya. Mungkin dalih ini bisa dipakai, “Kenapa koran, televisi, dan media oline tak dianggap mencemarkan nama?”

Untuk amannya, lembaga penyedia informasi bilbor itu menjalankan fungsi jurnalistik, tidak hanya merujuk dan mengutip seperti blogger negatif gombal. Hasil liputan ada di web dan… jalanan (ya bilbor itu).

Soal lain adalah siapa yang menanggung biaya sewa papan iklan itu. Yah, semoga ada lembaga nirlaba yang mau. Semoga lagi lembaga itu tidak diongkosi oleh (bekas) koruptor.

Bagaimana kalau koruptor, atau korpsnya, sangat kuat sehingga menekan pemilik media luar ruang agar mencopotnya? Walah, saya ndak tahu.

Tapi sebagai ide norak, ini layak dipertimbangan. Minimal foto bilbor itu masuk ke arsip Reuters, AFP, dan kantor berita lainnya.

Terus cuma jadi sejarah sebagai upaya? Apa boleh bikin. Lebih baik mencoba dan gagal daripada pesimistis melulu.

Bonus track: DPR vs Slank

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *