↻ Lama baca 2 menit ↬

ARUS KAS DAN NASIB RONIN.

koin rp 100

Bayarlah upah buruhmu sebelum keringatnya kering. Itulah yang pernah saya dengar atau baca sekilas.

Maafkan kelancangan saya. Karena tak paham hadis, demikian pula sahih dan tidaknya, maka saya hanya dapat menyatakan setuju dengan ungkapan mulia itu. Jika saya salah kutip maupun meleset dalam menafsir, sudilah Anda mengoreksi saya.

Saya nggak ngerti manajemen, tapi pernah dengar bahwa pengelolaan arus kas itu sebuah seni. Malah, dulu, pernah saya disekolahkan ke tempat orang berdasi untuk belajar soal keuangan. Hasilnya?

Selain telmi dan ngantukan (sehingga tak paham), ternyata pola pikir saya masih kelas pengasong jalanan. Kalau mau sok keren, pikiran manajerial saya cuma dua kelas di bawah pengecer abal-abal daun amplopan di sudut gang pesing: lu bayar, (barang) lu bawa.

Arus kas? Bukan bidang saya. Belum saya pahami seninya. Lha wong untuk duit sendiri saja selalu bobol. Maka saya hanya geleng-geleng ketika mendengar bahwa beberapa pelaku UKM hanya bisa tahan napas (dan berdoa) menunggu pembayaran dari raksasa pengecer.

Di sisi lain saya juga heran ketika menyimpulkan agen nakal bisa seenaknya memutar setoran uang dan memainkan duit penerbit. Ujung-ujungnya penerbit kecil membiarkan piutangnya disetorkan ke penerbit besar (sesuai jadwal pembayaran) karena si kecil tak punya penekan.

Baiklah, orang bisa sok bijak berujar, “Ya itulah rimba bisnis.” Yang besar bisa mengenang, “Dulu waktu gue masih cemen, udah biasa tuh ditilep, ditipu, padahal pegawai gue butuh makan.”

Kalau topik macam ini Anda tuangkan ke meja kopi maka sambutannya sama: testimoni. “Emang biro-biro itu semua lancar bayarnya?” kata seorang penjual halaman kertas. Yang tersindir pun menangkis, “Clients juga nggak lancar ngasihnya ke kita!”

Sekarang beberapa teman yang mencoba menjadi tenaga outsource sedang pusing karena pekerjaan yang sudah beres berbulan lampau belum terbayar honornya. Biasa itu dalam bisnis, kata Anda. Kalau mau aman jadilah ambtenaar, kata Anda.

Tentu ada saja orang yang kurang paham aturan main organisasi dan tak mengerti arus kas. Sepanjang mampu dia akan talangi semua tagihan untuk outsource. Hasilnya? Orang-orang yang bekerja eceran tanpa NPWP itu tenang, karena upah terbayar setelah peluh mengering.

Adapun orang keuangan akan kalang kabut karena cara pembayaran yang di luar prosedur itu. Kalau dibiarkan, tanpa administrasi yang genah, semua orang akan melakukan, dan kas akan bolong karena klaim tanpa riwayat. Auditor akan geleng-geleng sambil bergumam, “Ini rumah tangga atau PT? Duit seperak ama semiliar itu sama pertanggungjawabannya.”

Ah, orang yang nggak ngerti aturan main perusahaan itu kadang memang simpel cara berpikirnya. Lebih baik cuma berantem dengan orang keuangan daripada terjepit di antara orang outsource dan bagian keuangan.

Kalau duit talangan tak kembali? Nasib, katanya. Sayang orang macam ini biasanya nggak banyak duitnya. Juga sayang, dia tidak bisa berbisnis. Lebih sial lagi: dia tidak akan bisa berbisnis. :D

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *