KITA MEMANG BUKAN ROBOT.
Tadi saya dan Day, anak saya, memutar cakram audio Score. Ada The Spirit Carries On (versi live). Lantas saya tunjukkan liriknya dari sebuah halaman web. Yang menarik adalah komentar dan kenangan terhadap lagu itu.
Misalnya dari seorang ibu bernama Suzanne:
The Spirit Carries On was selected by my son’s best friend to be played in a collection of his favourite music at his funeral in August. My son Michael, 19, died in a tragic fall and had been looking forward to a Dream Theater concert in August. The lyrics move me to tears each time I hear them. Music was so important to my son so it was an important part of his farewell celebration. This song will be a treasured part of our memories.
Ada lagi seorang Nicolas, yang mengantarkan kepergian eyang putrinya dengan menyanyikan lagu itu bersama iPod-nya.
Tak ada yang salah dengan alir melankolis dan letup sentimental karena sebuah lagu. Kita bukanlah mesin yang mati rasa. Orang bisa bangkit dan ingin berperang dengan gagah karena sebuah mars atau anthem. Orang juga bisa terdiam dengan mata berkaca dalam larut haru sebuah lagu.
Haru dan apreasiasi, tentu, juga bisa datang dari musisi. Dalam sampul Two for the Show, Kansas menyebutkan bahwa album itu dipersembahkan untuk seorang bocah. Hanya sebuah basa-basi public relations? Jangan keburu menghakimi.
Boleh tahu lagu apa yang Anda sukai, sampai meresap ke dalam hati?